Scroll untuk baca artikel
Lampung

Petani Tanggamus Tersenyum, Matahari Tak Lagi Jadi Andalan

×

Petani Tanggamus Tersenyum, Matahari Tak Lagi Jadi Andalan

Sebarkan artikel ini
Kehadiran Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Rabu (17/12/2025), di tengah hamparan sawah Pekon Wonosobo disambut dengan senyum yang tak dibuat-buat

TANGGAMUS — Untuk pertama kalinya dalam beberapa musim panen terakhir, petani di Kabupaten Tanggamus tak lagi sibuk menengadah ke langit.

Bukan karena cuaca semakin ramah, melainkan karena mereka akhirnya punya alat yang membuat matahari tak lagi memonopoli nasib gabah.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kehadiran Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Rabu (17/12/2025), di tengah hamparan sawah Pekon Wonosobo disambut dengan senyum yang tak dibuat-buat.

Program “Desaku Maju”, yang selama ini lebih sering terdengar di forum resmi ketimbang di lumpur sawah, mulai menunjukkan wujud nyatanya, mesin, bukan janji.

Provinsi Lampung baru saja diganjar peringkat tiga terbaik nasional Penghargaan Pembangunan Daerah 2025 dari Kementerian PPN/Bappenas.

BACA JUGA :  Pemprov Lampung Siapkan Koperasi Produksi Berbasis Komoditas

Sebuah prestasi administratif yang kali ini terasa sampai ke karung-karung gabah petani. Di tingkat desa, manfaat paling kasat mata dirasakan BUMDes Gemilang.

Ketua BUMDes, Tito Sudiro, tak menutupi perubahan signifikan yang mereka alami sejak menerima bantuan bed dryer dari Pemprov Lampung.

“Dulu kalau hujan datang, harga gabah ikut tenggelam. Sekarang pengeringan cepat, kualitas terjaga, harga bisa tembus Rp7.000 per kilogram,” ujarnya.

Nada syukurnya terdengar wajar, jarang petani bicara harga dengan senyum lebar tanpa embel-embel keluhan.

Tak berhenti di situ, Pemprov Lampung juga menjanjikan dukungan permodalan melalui Bank Lampung untuk pengadaan Rice Milling Unit (RMU) serta pelatihan kelistrikan.

BACA JUGA :  Korban Pengancaman Jadi Tersangka, Polsek Kedaton Dinilai Paksakan Proses Hukum

Artinya, desa tak hanya panen padi, tapi juga panen keterampilan sesuatu yang selama ini sering hilang di desa karena “ahlinya” keburu merantau.

Gubernur Mirza sendiri menyebut inti “Desaku Maju” adalah hilirisasi, kata yang biasanya terdengar berat di ruang seminar, namun kini diturunkan ke sawah.

“Petani harus jadi tuan rumah di negerinya sendiri. Desa jangan cuma kirim bahan mentah, tapi jadi pusat pengolahan. Di situlah lapangan kerja tumbuh, pemuda desa bertahan,” tegasnya.

Ia juga menyinggung penggunaan POC (Pupuk Organik Cair) agar petani tak lagi bergantung sepenuhnya pada pupuk kimia yang harganya kerap naik lebih cepat dari hasil panen.

BACA JUGA :  Residivis Pengedar Sabu di Kotaagung Kembali Diringkus Polisi

Di sela optimisme, Gubernur mengingatkan ancaman cuaca ekstrem di wilayah pesisir Tanggamus, sebuah pengingat bahwa pertanian tak hanya berurusan dengan teknologi, tapi juga kesiapsiagaan.

Sebagai penutup, Pemprov Lampung memastikan perbaikan infrastruktur jalan pada 2026, demi memperlancar distribusi hasil bumi.

Sebab, sebaik apa pun gabah dikeringkan, ia tetap harus bertemu pasar dan jalan berlubang selama ini terlalu sering menjadi “musuh terakhir” petani.

Di Tanggamus, pertanian perlahan bergerak dari tradisi pasrah ke arah sistem. Matahari masih penting, tapi kini bukan satu-satunya penentu. Dan bagi petani, itu sudah lebih dari cukup untuk kembali tersenyum. ***