KUALA LUMPUR – Raksasa minyak dan gas Malaysia, Petronas, tengah bersiap menjalani langkah besar dalam transformasi bisnisnya. Hal itu membuat PM Anwar Ibrahim turun tangan.
Salah satu dampak paling mencolok, sekitar 10 persen dari total 50.000 karyawan – atau sekitar 5.000 orang, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
Langkah ini menjadi bagian dari strategi Petronas untuk menjadi perusahaan energi yang lebih tanggap, terintegrasi, dan berkelanjutan di tengah tekanan pasar dan peralihan global menuju energi bersih.
Peninjauan menyeluruh terhadap seluruh aspek operasional perusahaan, mulai dari aset, proses kerja, hingga sumber daya manusia tengah dilakukan.
Tak hanya masyarakat dan sektor bisnis yang bereaksi, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pun ikut angkat bicara.
Sebagai Menteri Keuangan, PM Anwar Ibrahim menegaskan bahwa sebagian besar karyawan yang terdampak adalah pegawai kontrak, bukan permanen.
“Kebanyakan melibatkan posisi kontrak,” ujar Anwar, dikutip dari Kantor Berita Nasional Malaysia, Bernama.
Sementara itu, Presiden dan CEO Grup Petronas, Tengku Muhammad Taufik, menekankan bahwa langkah ini diperlukan agar perusahaan tetap relevan dan kompetitif di masa depan.
Ia juga membantah kabar bahwa Petronas akan hengkang dari bisnisnya di Kanada.
Pembekuan Rekrutmen Hingga 2026
Tak hanya PHK, Petronas juga akan membekukan rekrutmen tenaga kerja baru hingga Desember 2026, kecuali untuk posisi-posisi penting yang dinilai krusial secara bisnis.
Proses perekrutan akan dilakukan secara selektif dan berdasarkan evaluasi kasus per kasus.
“Ini adalah langkah mendasar yang penting agar Petronas dapat bertahan, berkembang, dan mengambil peluang di tengah tantangan transisi energi global,” ujar Tengku Taufik.
Transformasi ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan bisnis Petronas, mempercepat pertumbuhan melalui investasi strategis, dan menciptakan tenaga kerja yang lebih tangkas dan berorientasi nilai.***