LAMPUNG TIMUR – Daratan timbul akibat abrasi yang pernah menghabiskan garis pantai di pesisir bagian paling timur di Lampung, masih menyisakan ratusan hektar lahan kering berlumpur dan belum tersentuh rehabilitasi.
Ada sebagian lahan kritis yang pernah ditanami mangrove jenis api-api puluhan tahun lalu, kekinian mulai mengering, tegak berdiri tanpa ranting diatas lumpur daratan timbul yang mulai bergeser. Pohon mangrove puluhan tahun itu diganti dengan mangrove jenis baru yang mulai ditumbuhi terlihat tunasnya.
Tunas mangrove itu mulai terlihat di ujung pesisir paling tenggara di Lampung Timur, daerah berjuluk Bumei Tuwah Bepadan tepatnya di kawasan Desa Sriminosari, Kecamatan Labuhan Maringgai dan Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti.
Begitu lah, masih ada ratusan hektar lahan lagi di kawasan Pesisir Timur Lampung ini membutuhkan perhatian serius dampak dari abrasi yang terjadi akibat maraknya pembuatan tambak udang tradisional di tahun 90-an lalu.
Pembuatan tambak udang dengan cara tradisional menjadi sejarah kelabu bagi pegiat lingkungan, karena kerusakan pantai akibat abrasi meluluh lantakkan pesisir terbentang dari Labuhan Maringgai hingga Labuhan Ratu, selama bertahun-tahun lamanya.
Masa kelam itu, merubah bagian pesisir khususnya wilayah Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti, Lampung Timur, air laut menggerus tanggul-tanggul tambak para warga akibat tidak ada penahan ombak, hutan mangrove nun gundul.
Kerusakan terparah disebutkan terjadi medio tahun 1995 hingga 2000-an, kawasan pesisir di bagian timur Lampung itu, mulai dari Labuhan Maringgai sampai Labuhan Ratu, Lampung Timur, pernah mengalami abrasi total.
Masa itu, tidak ada hutan mangrove sama sekali disepanjang jalur bibir pantai kawasan tersebut, membuat berbagai hewan migrasi, jangankan hewan manusia pun kala itu terancam dengan kondisi yang terjadi.
“Kondisi demikian makin menjadi-jadi sampai tahun 2000-an dan dampaknya dirasakan nelayan hasil tangkapan dilaut turun drastis. Disisi lain memburuknya kualitas air yang akan digunakan oleh para petambak”ungkap Samsudin Ketua Kelompok Tani Mutiara Hijau I Pasir Sakti, kepada Wawai News, Minggu 25 Agustus 2024.
Keadaan abrasi itu, cukup parah hingga membuat keresahan ditengah-tengah masyarakat dengan terus berpikir cara penanggulangannya. Warga melihat kondisi itu akhirnya menyadari ada ancaman besar yang sudah di depan mata.
Keadaan demikian, membuat warga berinisiatif untuk mencari solusi dalam mengatasi kondisi dampak dari abrasi laut. Kondisi memprihatinkan itu terjadi hampir sepuluh tahun lamanya, sampai kesadaran massal itu, muncul di tahun 2007-an.
“Warga bersama penyuluh kehutanan kala itu, berinisiatif membangun alat pemecah ombak secara sederhana yang terbuat dari bambu,”papar Samsudin.
Saat itu jelasnya sempat dilaksanakan di bibir pantai sepanjang 50 meter. Ternyata berhasil dalam waktu sekitar 1 tahun, terlihat di sekitar alat pemecah ombak muncul daratan baru atau disebut istilah lokal tanah timbul dengan lebarnya kisaran 50 meteran yang menjorok ke tengah laut.
Kemunculan tanah timbul hasil rekayasa yang dilakukan itu, memunculkan harapan baru bagi warga pesisir. Warga yang menamakan diri kelompok pelestari hutan berinisiatif melakukan gerakan menanam bakau di atas tanah timbul sebagai tanaman khas daratan berlumpur, hingga akhirnya sukses.
“Perjuangan panjang warga dengan dibantu berbagai pihak melalui program rehabilitasi ekosistem mangrove membuahkan hasil maksimal. Potensi itu tentu perlu terus dikembangkan,”ujar Samsudin.
Dikatakan medio tahun 2008-2019 luas daratan yang muncul di perairan Pasir Sakti, Lampung Timur telah mencapai 371 hektar dan 346 hektar diantara telah menjadi kawasan hutan mangrove yang telah ditinggalkan puluhan jenis Satwa.
“Masih ada ratusan hektar lagi yang masih akan terus ditanami. Tekadnya kedepan tidak ada lagi daratan akibat tanah timbul yang terbuka,”tukasnya.
PHE OSES Salurkan Bantuan Bibit Mangrove
Samsudin Lebih lanjut menyebutkan Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina anak perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang bergerak di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi turut serta merawat pelestarian hutan mangrove melalui program bantuan bibit.
Disebutkan selama tiga tahun PHE OSES sudah cukup maksimal memberikan sekira 30 ribu batang bibit mangrove jenis Rhizoporadi. Bantuan bibit mangrove disalurkan secara bertahap sejak 2022 sampai tahun ini.
“Bibit bantuan dari PHE OSES itu ditanam di lahan kritis yang dulu jenis mangrove api-api yang saat ini mulai mati, akibat tidak lagi cocok, karena mangrove jenis api-api disebutkan cocok sebagai tanaman terdepan, dan daratannya mulai bergeser dan tidak cocok lagi untuk jenis api-api,”papar Samsudin.
Diketahui bahwa saat ini selain merehabilitasi lahan kritis melalui penanaman Mangrove di Desa Purworejo Pasir Sakti, PHE OSES merehabilitasi lahan kritis kawasan pesisir Desa Sriminosari, dan Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur.
Terakhir Samsudin berharap ke PHE OSES selain terus memberi dukungan terhadap konservasi lingkungan di Desa Purworejo Pasir Sakti bisa diperbaiki.
“Jalan menuju Mangrove di Desa dari dulu diajukan tidak ada respon, harusnya bisa diperbaiki, dengan panjang 1,5 Kilometer dari Musala desa. Itu bisa jadi jalan produksi bagi petambak,”pungkas Samsudin.
Sementara itu, terpisah Head of Communication, Relations & CID PHE OSES Indra Darmawan menyebut berbagai program sengaja dilaksanakan bersentuhan langsung dengan masyarakat agar kehadiran PHE OSES memberi manfaat di lingkungan.
PHE OSES terus berupaya turut dalam mengembangkan program-program yang bertujuan melindungi dan melestarikan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat di bidang Lingkungan.
“PHE OSES ingin memberikan kontribusi signifikan dalam upaya pelestarian lingkungan, serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),”tuturnya.
Salah satunya kontribusi itu jelasnya terkait dengan penanganan perubahan iklim terutama terkait pelestarian ekosistem laut salah satunya melalui penanaman Mangrove di Lampung Timur.
“Itu adalah salah satu cara PHE OSES dalam mendukung dan merawat benteng terakhir ekosistem mangrove di Timur Lampung,”tukas dia.***
JURNALIS : (Ahmad Rozali)