Scroll untuk baca artikel
Zona Bekasi

Pingsan karena Janji Tak Dibayar: Kisah Pak Sunarno dan ‘Drama Horor’ Revitalisasi Pasar Kranji

×

Pingsan karena Janji Tak Dibayar: Kisah Pak Sunarno dan ‘Drama Horor’ Revitalisasi Pasar Kranji

Sebarkan artikel ini
Pak Sunarno, pria paruh baya yang hampir mengorbankan nyawanya demi menagih sisa pembayaran proyek miliaran rupiah yang sudah tujuh tahun ditelantarkan oleh pelaksana revitalisasi pasar Kranji.

KOTA BEKASI – Ada yang lebih menyakitkan daripada dikejar utang: ditagih hak sendiri tapi tak kunjung dibayar. Inilah nasib tragis yang dialami Pak Sunarno, pria paruh baya yang hampir mengorbankan nyawanya demi menagih sisa pembayaran proyek miliaran rupiah yang sudah tujuh tahun ditelantarkan oleh pelaksana revitalisasi pasar Kranji.

Selasa siang, 15 Juli 2025, suasana Kantor PT ABB di Kota Bekasi mendadak berubah muram. Bukan karena serbuan wartawan atau demo pedagang, tapi karena seorang pria tua tiba-tiba pingsan setelah curhat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pak Sunarno, kontraktor yang membangun TPS Pasar Kranji Baru, TPS Bintara Raya, dan TPS Pemuda, datang dengan langkah lemah namun penuh harapan. Namun belum lama ia mencurahkan isi hatinya tentang pembayaran proyek yang belum dilunasi, kepalanya mendadak pusing, tangan kaku, dan tubuhnya harus dipapah untuk berdiri.

BACA JUGA :  MPLS Diikuti 302.713 peserta, Ini Pesan Pj Gubernur Jabar

“Pak Mul, baru juga cerita, kepala langsung puyeng. Tangan kaku. Langsung kami cari becak, antar pulang, sambil hubungi anaknya,” ujar seorang saksi di lokasi kepada Wawai News.

Sri Mulyono, pedagang senior Pasar Kranji sekaligus mantan pengurus RWP, turut menyampaikan keprihatinannya. Ia mengungkapkan bahwa Pak Sunarno telah menunggu selama 7 tahun untuk mendapatkan pembayaran sebesar Rp 2,5 miliar, namun hingga kini tak kunjung ada kepastian dari pihak pelaksana revitalisasi pasar Kranji.

“Dulu sempat stroke ringan. Sekarang kena lagi. Bukan karena usia, tapi tekanan batin karena haknya tak dibayar,” ujar Mulyono.

Setelah kejadian itu, keluarga langsung membawa Pak Sunarno ke Rumah Sakit Primaya. Saat ini kondisinya sudah lebih stabil, tapi luka psikis akibat ketidakadilan tentu tak mudah pulih.

BACA JUGA :  Tak Hanya Zona Merah Corona, Bekasi Juga Zona Merah untuk 'KAMI'?

“Ini bukan bonus, bukan sedekah. Ini hak saya. Bangunan sudah berdiri, tapi saya malah nyaris roboh,” kata Mulyono, menirukan ungkapan Pak Sunarno beberapa waktu lalu.

Pelaksana revitalisasi pasar Kranji kini bukan hanya dikenal di kalangan pedagang, tapi juga menjadi simbol penderitaan kontraktor lokal. Proyek Revitalisasi Pasar Kranji Baru, yang dulunya dijanjikan sebagai pasar modern kebanggaan Bekasi, kini justru berubah jadi drama panjang penuh kebohongan dan ketidakpastian.

Ironisnya, pelaksana revitalisasi juga diduga kuat melanggar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah diterbitkan Pemkot Bekasi. Proyek dikerjakan tidak sesuai aturan, dan kini ditinggal tanpa arah. Bangunan terbengkalai, pedagang kebingungan, dan kontraktor terkapar secara fisik dan mental.

BACA JUGA :  Ketua PPK Bekasi Timur non-Aktif Diputus Bersalah Lakukan Pelanggaran Administraftif

“Bukan cuma kontraktor yang jadi korban. Tapi juga wajah Kota Bekasi. Masa iya proyek kayak gini dibanggakan?” cetus Sri Mulyono.

Sri Mulyono dan banyak korban lainnya mendesak Pemkot Bekasi segera mencabut Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pelaksana revitalisasi. Waktu sudah terlalu lama diulur, dan publik menilai perusahaan yang ditunjuk sejak awal tidak memiliki kemampuan finansial maupun manajerial.

“Masak orang bisa stroke karena tagih hak sendiri, tapi Pemkot belum juga bergerak? Nunggu berapa korban lagi?” kata Mulyono geram.

Kini, harapan satu-satunya tertuju pada nurani para pejabat Pemkot Bekasi. Apakah mereka akan bertindak tegas? Atau akan terus diam, seolah tidak ada yang terjadi?.***