JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara terkait situasi politik dan keamanan yang memanas dalam sepekan terakhir. Dalam keterangan pers usai rapat bersama pimpinan partai politik koalisi dan oposisi, serta Ketua DPR dan Ketua MPR di Istana Negara, Minggu (31/8/2025), Presiden menegaskan langkah-langkah drastis akan segera ditempuh pemerintah dan parlemen.
Presiden menyampaikan, pimpinan DPR RI telah sepakat untuk mencabut kebijakan kenaikan tunjangan anggota dewan yang menjadi pemicu gelombang demonstrasi nasional. Selain itu, moratorium kunjungan kerja ke luar negeri bagi anggota DPR juga diberlakukan.
Tak hanya itu, Presiden menegaskan bahwa sejumlah Ketua Umum partai politik telah mengambil langkah keras terhadap kadernya sendiri yang terlibat dalam polemik. “Mereka telah mencabut keanggotaan DPR bagi anggota yang dianggap menyampaikan pernyataan-pernyataan keliru dan tidak peka terhadap kondisi rakyat,” ujar Presiden.
Presiden juga menyinggung insiden tewasnya driver ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob. Ia menegaskan, aparat yang melakukan pelanggaran harus diproses hukum secara cepat, transparan, dan dapat dipantau publik.
Namun, di sisi lain, Presiden memberi perintah keras kepada TNI dan Polri agar tidak ragu menindak aksi anarkis. “Ambil tindakan setegas-tegasnya terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi,” tegasnya.
Presiden mengakui bahwa aspirasi rakyat adalah bagian dari demokrasi, sesuai dengan konvensi internasional dan UU 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat. Namun ia mengingatkan bahwa aksi damai berbeda dengan tindakan makar, terorisme, dan anarkisme.
“Kalau merusak fasilitas umum, artinya menghamburkan uang rakyat,” ucapnya dengan nada keras.
Sebagai jalan keluar politik, Presiden meminta pimpinan DPR segera membuka pintu dialog dengan mahasiswa dan tokoh masyarakat. Tujuannya, agar kebijakan kontroversial bisa dikoreksi langsung tanpa menunggu eskalasi di jalanan.
Selain itu, Presiden menekankan agar seluruh kementerian/lembaga (KL) menerima kritik secara terbuka. “Koreksi harus diterima, masukan rakyat harus dicatat,” katanya.
Di akhir pidatonya, Presiden Prabowo menyerukan persatuan. Ia menegaskan Indonesia sedang berada di ambang kebangkitan ekonomi, sehingga jangan sampai terpecah oleh provokasi atau intervensi pihak asing.
“Mari kita jaga persatuan nasional. Indonesia di ambang kebangkitan. Jangan mau kita diadu domba. Suarakan aspirasi dengan damai, tanpa kerusuhan, tanpa penjarahan,” pungkasnya.
Keterangan pers ini menandai upaya pemerintah meredam gejolak publik dengan mengorbankan DPR sebagai “rembug nasional.”
Pencabutan tunjangan dan moratorium kunker adalah langkah simbolis untuk menenangkan rakyat, sekaligus sinyal bahwa elit politik siap menggeser kadernya demi meredakan krisis.
Namun pertanyaan krusialnya: apakah langkah ini cukup memulihkan kepercayaan publik, atau sekadar kosmetik politik untuk meredakan badai sementara?.***