Scroll untuk baca artikel
Opini

Prestasi Prabowo (?)

×

Prestasi Prabowo (?)

Sebarkan artikel ini

Strateginya konsolidasi elemen-elemen Nusantara yang luas dan multi kultur diberangus dari memori rakyat oleh cerita intrik. Berupa kisah pembunuhan Dyah Pitaloka. Putri Kerajaan Sunda yang hendak dipersunting Raja Majapahit.

Gajah Mada hanya menyisakan kisah Sumpah Palapa. Juga intrik pembunuhan itu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Strategi Gajah Mada membangun kekuatan militer, sistem pemerintahan, sistem hukum, sosial budaya dan hubungan luar negeri, terlupakan. Tidak terwariskan dari generasi ke generasi.

Rakyat nusantara kehilangan memorinya sebagai bangsa besar. Lupa caranya menjadi bangsa besar. Akhirnya bangsa eropa menguasainya. Dalam rentang panjang

Menurut JB Sumarlin, Menkeu Era Presiden Soeharto, Orde Baru mewariskan sistem pembangunan terencana, sistematis, bertahap dan berkelanjutan. Konsep itu menjadikan Indonesia sebagai regional leader ASEAN, macan asia dan pemimpin negara selatan-selatan yang disegani.

Orde Baru jatuh oleh gerakan reformasi dengan isu KKN. Suatu isu yang ternyata prakteknya justru lebih parah pada era reformasi.

Pasca reformasi, Indonesia dililit dinamika politik dengan narasi pragmatis. Atas nama demokratisasi, tenggelam dalam manuver-manuver politik praktis antar faksi. Konsep pembangunan terencana, sistematis, bertahap dan berkelanjutan dilupakan.

BACA JUGA :  Kontemplasi Tak Bertepi

Memori terhadap orde baru hanya disisakan kisah kejam otoritarianisme dan KKN. Rakyat menjadi lupa bagaimana caranya mengusung Indonesia sebagai bangsa berperadaban besar. Menjadi regional leader. Menjadi Macan Asia.

Prabowo melalui Gerindra mendengungkan kembali jatidiri Indonesia sebagai bangsa besar. Partainya mengusung cita-cita mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia.

Idiologi gerakan politik Prabowo itu menjadikan memori rakyat Indonesia terus tertanami spirit akan jati dirinya sebagai bangsa besar. Pendukung ataupun lawan politik Prabowo terpaksa memantaskan dirinya sebagai penjaga dan pembela bangsa besar itu. Setidaknya spirit itu menjadi tetap terawat secara kolektif dalam benak rakyat Indonesia.

Prabowo satu-satunya kekuatan politik yang terus menerus mendengungkan spirit itu. Memungkinkan Indonesia tidak terjerembab seperti Mongolia. Memiliki kisah sebagai bangsa besar. Akan tetapi tidak tau lagi bagaimana caranya menjadi bangsa besar.

Kedua, mengurai ketergantungan alutsista pada satu blok kekuatan adidaya geopolitik. Krisis ekonomi 1998 menjadikan Indonesia sebagai bulan-bulanan AS. Suplai persenjataan diblokade. Kekuatan militer Indonesia rapuh.

BACA JUGA :  Presiden Soeharto, Pasar Klewer dan Presiden Prabowo

Prabowo sejak 2019 menjadi Menhankam. Indonesia tidak menggantungkan lagi pada satu kekuatan industri militer. Pengamat mengatakan kekuatan alutsista militer Indonesia, gado-gado.

Sejatinya itu strategi keluar dari sandera oleh satu negara produsen alutsista. Jika suatu ketika diblokade oleh salah satu negara produsen, maka produsen lain bisa mengisinya. Indonesia akan terhindar dari kelumpuhan militer. Disamping memperkuat produsen dalam negeri.

Keluar dari jebakan adidaya geopolitik itu memerlukan ketrampilan tersendiri. Bukan perkara mudah. Juga perlu waktu.

Ketiga, menjaga tradisi kenegarawanan. Prabowo tidak terjebak oleh ambisi politik secara membabi buta. Ia rela menanggalkan harga diri politik ketika bangsanya diujung perpecahan.

Ia legowo menerima pinangan menjadi menteri dari yang mengalahkannya dalam pilpres. Agar perpecahan politik bisa dilerai. Risikonya dimusui sejumlah pendukungnya.

Ketiganya itu di luar prestasi teknis. Seperti beragam kegiatan pemberdayaan, capaian program 5 tahun di kemenhan (selain alutsista), terobosan-terobosan kemajuan seperti mendirikan akademi sepak bola, kegiatan filantrofi. Tidak dihitung di sini.

BACA JUGA :  Ketika Bangsa Ini Telanjang

Berbeda dengan dua calon lain lebih bertipikal sebagai manajer. Maka deretan pelaksaanaan program teknis merupakan prestasinya. Seperti membangun stadion, mempercantik tata kota, mengatasi kemacetan, mengatasi banjir, pelaksanaan program pemberantasan kemiskinan, tenaga kerja, dan lain-lainnya.

Tapi keduanya juga belum menorehkan capaian revolusiner. Jakarta ter-upgrade dalam beberapa sisi. Tapi juga tidak bisa dikatakan telah terevolusi secara radikal. Begitu pula dengan prestasi provinsi Jawa Tengah.

Jakarta dan Jawa Tengah belum menjadi provinsi yang sama sekali berbeda dengan lompatan kemajuan. Prestasinya masih rata-rata air.

Kemacetan masih ada, luapan banjir masih terjadi, kemiskinan juga masih berserak. Belum berubah secara radikal. Jakarta dan Jawa Tengah masih menyisakan problem-problem tradisionalnya.

Tapi jika ditanyakan apa perstasi kebangsaan Prabowo? . Setidaknya jawabannya ada tiga itu. Merawat ingatan rakyat Indonesia akan talentanya sebagai bangsa besar (macan Asia), melepaskan Indonesia dari ketergantungan alutsista pada satu blok adidaya geopolitik, melestarikan tradisi kenegarawanan.

ARS (rohmanfth@gmail,com), Bangka-Jaksel, 16 Januari 2024.***