Scroll untuk baca artikel
Opini

Prioritas Penegakan Hukum?

×

Prioritas Penegakan Hukum?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukum

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Maraknya diskursus penegakan hukum lebih pada soal efektivitas. Seberapa efektif hukum mampu mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Apa penyebab kurang efektifnya penegakan hukum?. Kenapa hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas?.

Itulah narasi dan diskursus publik yang selama ini berkembang.

Metode penanganan kasusnya sendiri bersifat random. Tergantung pengaduan atau mencuatnya sebuah kasus di tengah-tengah masyarakat.

“No Viral, No Justice”. Tidak ada viral tidak ada keadilan. Ketika sebuah kasus hukum menyeruak ke publik, baru ada penanganan secara serius.

Itu menandakan tidak ada metode penentuan skala prioritas penanganan perkara. Di tengah banyaknya tumpukan perkara yang harus ditangani.
Di tengah maraknya beragam modus kejahatan bermunculan.

Manajemen penegakan hukum perlu mengadopsi manajemen skala prioritas dalam penanganan perkara. Perkara-perkara prioritas yang harus diselesaikan secepatnya.

BACA JUGA :  Ruang Ketiga yang Membahagiakan Rakyat

Bagaimana caranya?.

Tentu bisa meminjam metode penentuan skala prioritas dalam disiplin ilmu lain. Ilmu di luar ilmu hukum. Ilmu manajemen misalnya.

Dalam ilmu manajemen dikenal Eisenhower Decision Matrix (EDM). Diciptakan oleh Dwight Eisenhower. Untuk penetuan skala prioritas aktivitas dalam manajemen waktu.

EDM ditentukan berdasarkan prinsip urgency (kemendesakan) dan Importantly (seberapa penting suatu hal).

Sebuah masalah diklasifikasikan dalam kategori “mendesak” dan tidak mendesak untuk dilakukan. Juga “seberapa penting” dan “seberapa tidak penting” untuk dilakukan.

Berdasarkan prinsip itu sebuah permasalahakan diklasifikasi lagi ke dalam empat kuadran.

Kuadran I: kategori penting dan mendesak untuk dilakukan. Kuadran II: kategori penting tapi tidak mendesak untuk dilakukan.

Kuadran III: kategori kurang penting tapi mendesak dilakukan. Kuadran IV: kategori kurang penting dan tidak mendesak.

Bagaimana implementasinya dalam penentuan skala prioritas penegakan hukum?

Berdasarkan kepentingan yang dilindungi, hukum Indonesia mengenal hal-hal berikut:

Pertama, tindak pidana terhadap nyawa. Perlindungan terhadap nyawa. Pembunuhan, percobaan pembunuhan.

BACA JUGA :  "Boneka Itu Sudah Rusak, Nak!.

Kedua, tindak pidana terhadap kehormatan dan kebebasan: Penganiayaan, penculikan.

Ketiga, tindak pidana terhadap harta benda: Pencurian, penipuan, penggelapan.

Keempat, tindak pidana terhadap keamanan negara: makar, penghasutan.

Kemudian kelima, tindak pidana khusus: narkotika, korupsi, terorisme.

Importantly dalam prioritas penegakan hukum bisa memasukkan lingkup hukum pidana di atas. Atau membuat modifikasi baru dalam bentuk skoring.

Misalnya penghilangan nyawa, kerugian negara dan ancaman terhadap keamanan negara menempati skor paling tinggi. Berikutnya tindak pidana terhadap kehormatan dan kebebasan.

Disusul pidana terhadap harta benda pada skor berikutnya.

Sedangkan urgensi didasarkan oleh statistik: a. banyaknya korban jiwa pada skor tertinggi, b. akumulasi nominal kerugian material yang ditimbulkan pada skor berikutnya, c. besaran gejolak sosial yang timbul pada skor berikutnya lagi.

Akumulasi skor importanly dan urgency itu menjadi tolok ukur skala prioritas penanganan tumpukan perkara. Kasus-kasus yang masuk skor tertinggi merupakan perkara yang menjadi prioritas ditangani.

BACA JUGA :  Peluang Kemenangan MSA-Agus Suranto vs Dewi-Ammar di Pilkada Tanggamus 2024

Prioritas berikutnya mengacu pada skor tertinggi berikutnya.

Berdasarkan skoring itu, bisa ditentukan prioritas penanganannya antara kasus korupsi, kasus pembunuhan, atau narkoba. Juga kasus yang kurang mendesak atau menempati prioritas berikutnya untuk ditangani.

Termasuk penanganan perkara dalam klasifikasi yang sama. Antara kasus korupsi yang satu dengan kasus korupsi yang lain. Mana perkara yang harus prioritas diselesaikan.

Melalui metode EDM bisa dirumuskan prioritas penyelesaiannya.

Penentuan skala prioritas juga bisa berdimensi pencegahan. Ketika trend kasus tertentu terpantau secara statistik meningkat, menjadi prioritas untuk ditangani.

Bisa memberikan efek jera bagi potensi pembesaran skala kejahatan.

Melalui metode prioritas ini tudingan “tebang pilih perkara” bisa diminimalisir. Karena memiliki metode yang dipercaya publik dalam menentukan prioritas penanganan kasus. Terutama ketika harus berbagi SDM untuk menanganinya.

Bukankah seharusnya begitu?.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 10-09-2024