Scroll untuk baca artikel
Head LineTANGGAMUS

Proyek Bronjong Tanggamus Rasa Tahu Sumedang: Luarnya Keras, Dalamnya Kopong?

×

Proyek Bronjong Tanggamus Rasa Tahu Sumedang: Luarnya Keras, Dalamnya Kopong?

Sebarkan artikel ini
Penampakan saat pekerja tengah memasang bronjong di Way Ngarip, Pekon Padangratu, Wonosobo, Tanggamus, proyek senilai Rp2 miliaran itu disebut asal jadi - foto doc Ruslan

TANGGAMUS Proyek pembangunan tanggul dan pemasangan bronjong penahan banjir di Kali Way Ngarip, Pekon Padangratu, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, mendadak jadi bahan perbincangan hangat warga. Bukan karena megahnya proyek bernilai lebih dari Rp2 miliar itu, melainkan karena dugaan “seni sulap” dalam pengisian bronjong yang di luar tampak kokoh, tapi di dalam… isinya bikin heran para leluhur.

Alih-alih menghadirkan rasa aman, proyek bersumber dari APBD Provinsi Lampung itu justru menghadirkan tanda tanya besar bahkan lebih besar dari batu yang seharusnya mengisi bronjong tersebut.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dari pemantauan lapangan, bronjong terlihat “cantik” di bagian luar karena disusun rapi dengan batu berukuran besar. Namun keindahan itu ternyata hanyalah kulit luar.

Begitu warga melihat lebih dekat, isi di dalamnya mengecil drastis batu-batu kecil seukuran telur ayam kampung hingga batu kerokos mengisi perut bronjong yang seharusnya disumpal batu besar.

BACA JUGA :  Arus Mudik, Melalui Jalinbar di Pringsewu Lancar Terkendali

Tak pelak, warga bertanya-tanya: “Ini proyek tanggul atau proyek sulap?”celetuk warga, Selasa (2/12).

Temuan itu diperkuat oleh warga setempat dan tokoh adat Pekon Padangratu yang turun langsung ke lokasi.

“Kalau begini kualitasnya, jangankan banjir besar, air sungai minta izin lewat WhatsApp saja, tanggul bisa roboh,” keluh salah satu warga, menahan kecewa.

Proyek Baru Selesai, Warga Sudah Waswas

Warga khawatir tanggul tidak akan mampu menahan derasnya arus saat musim hujan tiba. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Mereka menilai pengerjaan tidak sesuai standar teknis dari material hingga kerapihan pemasangan.

Tokoh adat Pekon Padangratu bahkan menyebut ada indikasi kuat praktik yang “patut dicurigai” dalam pelaksanaan proyek ini.

BACA JUGA :  Pilkakon Tanggamus 2020, Polres Tanggamus Sudah Petakan Titik Rawan

“Kami lihat sendiri. Bagian luar batu besar dipasang rapi, tapi dalamnya batu kecil seperti isi permen cokelat. Ada juga yang ditutup terpal ternyata itu bukan melindungi dari hujan, tapi dari tatapan kami,” ujarnya sarkastik.

Tutup-Tutupi atau Tutup-Lubang?

Saat warga melakukan pengecekan, mereka menemukan bagian atas bronjong yang terkesan sangat asal-asalan. Ditutupi terpal, mungkin berharap tak ada yang melihat. Namun sayangnya, terpal itu justru menjadi “spanduk besar” kecurigaan.

“Pantas saja ditutup-tutupi. Ternyata bukan melindungi pekerjaan, tapi melindungi kesalahan,” lanjut tokoh adat itu, dengan nada yang sudah lebih pedas dari sambal terasi.

Warga Siap Tempuh Jalur Hukum

Tokoh adat menyatakan bahwa masyarakat siap menyiapkan barang bukti jika pemerintah provinsi maupun kabupaten tidak segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini.

“Kalau tidak ditanggapi, kami akan melapor langsung ke APH. Kalau perlu dibongkar, bongkar saja. Lebih baik bongkar sekarang daripada sawah warga tenggelam besok,” tegasnya.

BACA JUGA :  Hadir di Rumah Korban Begal di Pulau Tengah, Hipni Mengaku Prihatin

Harapan: Investigasi Bersih dan Tidak Ada “Seni Menyembunyikan Batu”

Masyarakat meminta agar pihak berwenang melakukan investigasi menyeluruh, transparan, dan tanpa upaya menutup-nutupi fakta. Bagi warga Padangratu, proyek publik seharusnya dibangun dengan standar, bukan dengan ‘ilmu sulap lapangan’.

Mereka berharap proyek tanggul Way Ngarip tidak menjadi monumen dari kelalaian, tetapi menjadi pelindung nyata saat banjir datang bukan sekadar tumpukan batu kecil bermodal besar.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan resmi dari pihak pelaksana proyek maupun pengelola kegiatan.
Yang jelas, dugaan penyimpangan ini sudah cukup membuat warga geram dan mendesak investigasi serius. Jika air sungai nanti mengamuk, jangan salahkan alam tanyalah pada siapa yang menyulap batu.***