Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang telah memandatkan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang di laut secara menetap 30 hari wajib memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dalam bentuk KKPRL atau PKKPRL.
KKPRL dan PKKPRL akan dievaluasi berdasarkan rencana tata ruang/rencana zonasi, kondisi lingkungan dan kondisi sosial sekitar lokasi ruang yang dimohonkan.
Tidak semua pengajuan atau permohonan KKPRL maupun PKKPRL dapat disetujui.
Evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PRL terhadap aktivitas penambangan pasir PT Logo Mas Utama di Pulau Rupat bagian utara, menunjukkan bahwa selain belum memiliki PKKPRL, aktivitas yang dilaksanakan di lokasi tersebut juga mendapatkan protes dari beberapa kelompok masyarakat karena dinilai merusak lingkungan seperti abrasi, kerusakan ekosistem serta mengganggu aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan.
“KKP akan menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi sesuai ketentuan yang berlaku dan saya berharap ini tidak terjadi di kemudian hari. Pulau Rupat harus tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dijaga dengan baik ekosistemnya untuk kelestarian dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Evaluasi dan tindakan tegas ini sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menegaskan bahwa KKP akan mendahulukan ekologi dalam pembangunan kelautan dan perikanan, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut bertindak sebagai panglima dalam menata dan membenahi pemanfaatan ruang laut.(*)










