KOTA BEKASI — Di tengah semangat efisiensi dan jargon “hemat anggaran demi mutu pendidikan”, beredar sebuah surat undangan yang membuat banyak pihak mengernyit dan tak sedikit yang tersenyum miring.
Surat tersebut berasal dari Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) Kecamatan Pondokmelati, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang mengumumkan pelaksanaan Rapat Kerja (Raker) di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 29–31 Oktober 2025.
Ya, Anda tidak salah baca. Bukan di ruang pertemuan Kecamatan, bukan pula di aula SDN Pondokmelati, melainkan di kota wisata yang identik dengan gudeg, Malioboro, dan bagi sebagian warganet potensi “Raker rasa Rihlah”.
Isi Undangan dan Alasan Resmi
Dalam surat undangan resmi yang diterima redaksi Wawai News, tercantum tanda tangan Ketua Panitia Suryana, S.Pd dan Sekretaris Jojo, S.Pd., MM.
Kegiatan tersebut disebutkan bertujuan untuk “menyusun program kerja awal Tahun Anggaran 2026” serta “menyesuaikan berbagai kegiatan sekolah dengan arah kebijakan kecamatan.”
“Banyak program yang perlu disesuaikan dalam berbagai kegiatan di sekolah dasar. Melalui rapat kerja ini, kita harapkan ada sinergi dan penyamaan persepsi agar pelaksanaan program tahun 2026 berjalan efektif,” demikian kutipan isi surat tertanggal Rabu, 29 Oktober 2025.
Surat itu juga menegaskan seluruh kepala sekolah diharapkan hadir “demi kelancaran penyusunan agenda pendidikan.” Kalimat yang terdengar biasa sampai pembacanya sadar bahwa agenda pendidikan tersebut ternyata disusun di Yogyakarta.
Raker, BOS, dan Dugaan Dana yang Nyasar
Secara formal, kegiatan ini memang tampak sah dan bermakna. Namun sejumlah pihak mulai mempertanyakan sumber pendanaannya.
Bisik-bisik di kalangan guru menyebut kemungkinan penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) melalui program KKKS, yang nilainya disebut bisa mencapai ratusan juta rupiah per tahun.
“Kalau dana sebesar itu digunakan langsung untuk mendukung kegiatan sekolah, mungkin kursi di ruang guru tak perlu lagi disangga batu bata,” celetuk seorang pengamat pendidikan sambil tersenyum getir.
Spekulasi pun merebak: apakah kegiatan ini murni inisiatif profesional, atau justru “liburan berjamaah berkedok rapat kerja”?
Diperkirakan jumlah peserta mencapai sekitar 45 orang, terdiri atas kepala sekolah negeri dan swasta.
Beberapa pihak juga menyoroti dugaan keterlibatan pihak ketiga penyedia jasa perjalanan (CV/PT) yang diduga kerap menjadi “mitra abadi” dalam kegiatan serupa.
“Jangan-jangan yang disusun bukan program kerja, tapi itinerary,” sindir seorang aktivis pendidikan Bekasi.
Efisiensi atau Ekskursi?
Ironisnya, kegiatan ini digelar di hari efektif sekolah, padahal semangat efisiensi dan produktivitas guru tengah digembar-gemborkan.
Aktivis Bekasi yang mengetahui hal itu menilai, seharusnya kegiatan seperti ini cukup dilakukan di Bekasi saja toh, sinyal WiFi di Pondokmelati sudah lumayan stabil.
“Raker boleh, tapi jangan sampai raker ini malah menambah kerja bagi auditor nanti,” tambahnya sambil tersenyum.
Ia menambahkan, fasilitas pertemuan di Bekasi sudah memadai, bahkan jaringan WiFi di Pondokmelati pun kini cukup stabil untuk kegiatan daring.
Publik kini menunggu klarifikasi resmi dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi, apakah kegiatan tersebut telah mendapat izin dan tembusan ke Wali Kota Bekasi.
Jika belum, bukan tidak mungkin Yogyakarta akan mendapat julukan baru dari warganet Bekasi:
“Kota Rapat yang Belum Terdaftar.”
Jika belum, bukan tidak mungkin Yogyakarta akan mendapat julukan baru dari warganet Bekasi:
“Kota Rapat yang Belum Terdaftar.”
Sebagaimana pepatah yang kini beredar di kalangan pendidik Bekasi:
“Rakerlah sesuai kebutuhan, bukan selera destinasi.”
Redaksi Wawai News telah mencoba mengonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Alex, dengan mengirimkan surat undangan berkop KKKS lengkap dengan cap dan logo Pemkot. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan, Warsim, ketika dihubungi, hanya menjawab singkat: “Nanti saya cek, Bang.”. Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan dikonfirmasi terpisah, tidak merespon.***















