Scroll untuk baca artikel
Internasional

Ratusan Ribu Warga Turun ke Jalan Protes Pajak dan Korupsi, Pemerintah Bulgaria Tumbang

×

Ratusan Ribu Warga Turun ke Jalan Protes Pajak dan Korupsi, Pemerintah Bulgaria Tumbang

Sebarkan artikel ini
Zhelyazkov, yang belum genap setahun menjabat, memilih mundur di tengah kemarahan publik atas salah urus ekonomi, kenaikan pajak, dan praktik korupsi yang dianggap sudah “terlalu terang-terangan”.

WAWAINEWS.ID — Tekanan rakyat akhirnya lebih berat dari kursi kekuasaan. Perdana Menteri Bulgaria Rosen Zhelyazkov resmi mengumumkan pengunduran diri pemerintahannya setelah ratusan ribu warga memenuhi jalanan Sofia dalam gelombang protes anti-korupsi terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Pengunduran diri itu diumumkan beberapa menit sebelum parlemen menggelar pemungutan suara mosi tidak percaya, seolah ingin menghemat waktu, energi, dan mungkin malu politik.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Zhelyazkov, yang belum genap setahun menjabat, memilih mundur di tengah kemarahan publik atas salah urus ekonomi, kenaikan pajak, dan praktik korupsi yang dianggap sudah “terlalu terang-terangan”. Sebuah ironi pahit, karena kejatuhan ini terjadi hanya beberapa pekan sebelum Bulgaria dijadwalkan masuk zona euro pada 1 Januari 2026.

Alih-alih menyambut euro, Sofia justru menyambut amarah rakyat.

BACA JUGA :  Ini 4 Fakta Politikus Malaysia Perkosa PRT Asal Indonesia

Pemicu awal demonstrasi adalah rancangan anggaran 2026 yang memuat kenaikan pajak, iuran jaminan sosial, serta pembengkakan belanja negara. Pemerintah memang menarik rancangan tersebut, namun nasi terlanjur jadi bubur dan bubur itu sudah basi.

Tuntutan publik pun melebar: bukan sekadar menolak anggaran, tetapi menuntut pemerintah turun.

Mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan, bergabung dengan pekerja, profesional muda, dan warga sipil.

Penyelenggara aksi menyebut jumlah massa melampaui 50.000 orang, sementara estimasi media berbasis citra drone menempatkan angka demonstran di atas 100.000 orang.

Singkatnya: Sofia penuh, kesabaran habis.

Di balik kemarahan publik, satu nama terus bergema: Delyan Peevski politikus sekaligus oligarki berpengaruh yang telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat dan Inggris.

Partainya, MRF New Beginning, merupakan salah satu penopang utama pemerintahan Zhelyazkov. Lawan-lawan politik menuding Peevski sebagai arsitek kebijakan demi kepentingan oligarki, bukan kepentingan rakyat.

BACA JUGA :  Sadis..Dubes Rusia untuk Polandia Disiram Cat dan Disoraki Fasis

Situasi ini terasa familiar bagi banyak negara berkembang, negara demokrasi, tetapi kebijakan dikendalikan segelintir elite.

Indonesia? Silakan tafsirkan sendiri.

“Keputusan Majelis Nasional bermakna ketika mencerminkan kehendak rakyat. Kami ingin berada di tempat yang diharapkan masyarakat,” Rosen Zhelyazkov.

Pernyataan itu terdengar bijak, meski bagi sebagian demonstran, datangnya sedikit terlambat.

Pemerintahan Zhelyazkov sejatinya telah lolos dari enam mosi tidak percaya sejak Januari, namun skala demonstrasi kali ini membuat kalkulasi politik berubah total.

Jika rakyat sudah turun ke jalan dalam jumlah enam digit, angka di parlemen jadi tak lagi relevan.

Pengunduran diri resmi akan diserahkan ke parlemen. Selanjutnya, Presiden Rumen Radev akan menugaskan partai terbesar membentuk kabinet baru.

BACA JUGA :  Kejati Lampung Resmi Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Pengadaan Benih Jagung

Jika gagal, mandat berpindah ke partai terbesar kedua. Bila tetap buntu, pemerintahan sementara dan pemilu baru tak terelakkan.

Bulgaria sendiri sudah menggelar tujuh pemilu sejak 2021 rekor yang menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas politik negeri berpenduduk 6,4 juta jiwa itu.

Di satu sisi, Bulgaria hendak masuk zona euro. Di sisi lain, kepercayaan publik justru keluar dari sistem.

Kasus Bulgaria memberi pelajaran klasik:demokrasi tidak selalu sopan, sering berisik, tapi tetap bekerja ketika rakyat bersuara keras.

Sebuah cermin yang menarikdan mungkin sedikit menyentil bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, di mana korupsi sering dikutuk, tetapi jarang benar-benar membuat kekuasaan jatuh.

Di Sofia, rakyat turun, pemerintah tumbang.Di tempat lain? Kita tunggu keberanian sejarah.***