“Kita sudah kirim panggilan kedua. Namun posisi terlapor saat itu masih di Pontianak,” ujar Binsar.
Karena dua kali mangkir, penyidik akhirnya melakukan upaya penjemputan paksa sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum.
Peristiwa dugaan penganiayaan terjadi pada 29 Maret 2025, ketika AFET datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakeknya yang sedang kritis. Keesokan harinya, kakek AFET meninggal dunia sehingga keluarga harus segera kembali ke Pontianak untuk proses pemakaman.
Klarufikasi Orang Tua AFET
Sebelumnya, Ayah AFET, Tanto Surioto, memberikan klarifikasi bahwa saat kejadian hanya terjadi adu mulut, bukan pemukulan seperti yang diberitakan.
“Kata penganiayaan terlalu dipaksakan. Memang terjadi cekcok, tapi anak saya tidak memukul,” jelasnya.
Tanto mengklaim bahwa pihaknya telah mencoba melakukan mediasi sebanyak dua kali, difasilitasi oleh Binmaspol. Ia juga menegaskan bahwa keluarga tidak pernah berniat menghindari proses hukum.
“Kami sudah serahkan nomor kontak ke petugas keamanan dan kepolisian. Kami tidak kabur, hanya kesulitan mendapatkan tiket pesawat karena musim mudik,” katanya.
Ia juga mengatakan, bukti pemesanan tiket kembali ke Jakarta sudah dikirim ke penyidik sebagai bentuk itikad baik.
Selanjutnya keluarga pelaku membantah tudingan adanya penghinaan terhadap petugas lain saat kejadian, hal itu dibantah keras oleh Tanto.
“Tak ada ujaran kebencian dari mulut saya. Jika ada yang menilai ucapan saya salah, itu mungkin penafsiran pribadi,” katanya.
Tanto menegaskan bahwa keluarga siap mengikuti proses hukum dan berharap upaya mediasi yang tertunda bisa dilanjutkan kembali.***