LAMPUNG TIMUR — Wacana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur (Lamtim) meminjam dana jumbo Rp200 miliar ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk tahun anggaran 2026, tampaknya bakal menempuh jalan terjal.
Bukan karena tak ada jalan menuju PT SMI, tapi karena dua fraksi di DPRD Lamtim Gerindra dan NasDem sudah menyalakan lampu merah lebih dulu.
Fraksi Gerindra bahkan dengan nada getir menyebut, rencana pemkab itu seperti ingin “minum obat kuat padahal belum sembuh dari masuk angin anggaran.”
Rencana peminjaman itu pertama kali mencuat saat Bupati Ela Siti Nuryamah menyampaikan nota KUA-PPAS 2026 dalam rapat paripurna DPRD.
Dalam catatan itu disebutkan, Pemkab masih memiliki Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp50 miliar pada tahun 2025.
Namun, entah kenapa, Pemkab justru ingin berutang empat kali lipat dari SILPA-nya.
“Kalau jadi, bunganya saja Rp24 miliar selama empat tahun. Bayarnya pakai apa? Niat baik?” ujarnya Wakil Ketua DPRD Lamtim dari Fraksi Gerindra, Hanif Fauzi, langsung menepuk jidat sebagaimana dilansir Wawai News, Jumat 10 Oktober 2025.
Menurut Hanif, rencana pinjaman ratusan miliar itu tak punya rumus pengembalian yang jelas.
“Jangan memaksakan diri, nanti rakyat yang ngos-ngosan. Kami menolak tegas,” tegasnya.
Nada serupa disuarakan oleh Fraksi NasDem. Ketua DPC NasDem Lamtim, Yusran Amirullah, bahkan menyebut ini fenomena baru di pemerintahan.
“Saya empat periode di DPRD, baru kali ini dengar Pemkab mau ngutang sampai ratusan miliar. Dulu yang namanya utang itu tabu, sekarang malah jadi wacana unggulan,” celetuk Yusran.
Yusran juga mempertanyakan logika keuangan Pemkab yakni Pokoknya Rp200 miliar, bunganya Rp24 miliar. Total Rp224 miliar. “Pertanyaannya, dari mana bayarnya? Dari janji kampanye?” ujarnya dengan tawa getir.
“Selama ini kita nggak pernah ngutang. Jangan sampai rakyat jadi korban ambisi proyek. Kalo Pemkab mau bangun, bangunlah perencanaan, bukan pinjaman.”tambah Yusran, tegas menolak.
Yang membuat heran, laporan keuangan Pemkab Lamtim 2024 justru menunjukkan kondisi cukup sehat. Pendapatan daerah mencapai Rp2,33 triliun atau 94,96% dari target, dengan kenaikan di hampir semua sektor dari PAD, transfer, hingga kas daerah yang naik ke Rp104 miliar pada akhir 2024.
Memang masih ada kekurangan dana belanja sekitar Rp18 miliar, tapi angka itu lebih kecil dibanding tahun sebelumnya yang minus Rp43 miliar.
“Kalau minusnya menurun tapi minjamnya melonjak, itu namanya bukan perbaikan, tapi upgrade keberanian,” komentar salah satu anggota dewan sambil tersenyum miring.
Menariknya, utang jangka pendek Pemkab justru naik tipis, dari Rp131 miliar (2023) menjadi Rp131,7 miliar (2024).
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 27B/LHP/XVIII.BLP/05/2025, utang tersebut adalah tumpukan kewajiban dari 2020 sampai 2024 yang belum terbayar.
“Kalau ini rumah tangga, berarti belum lunas cicilan kulkas, tapi udah mau kredit mobil,” kata seorang warga Sekampung Udik ditanya Wawai News, sembari terkekeh.
Rencana utang Pemkab Lamtim ini mengingatkan kita bahwa bukan hanya rakyat yang suka kredit, pemerintah juga. Namun, bedanya rakyat mikir bunga, pemerintah kadang mikir pencitraan.
Utang daerah bukan dosa, asal jelas peruntukan dan sumber bayarnya. Tapi kalau alasan pinjam cuma biar “nampak bekerja”, maka rakyat berhak curiga jangan-jangan nanti yang dibayar bukan bunga, tapi “buntutnya”.
Dan seperti kata Hanif, kalau bayar bunga Rp24 miliar saja bingung, lebih baik Pemkab belajar hidup hemat dulu, bukan hidup berutang.***