LAMPUNG TIMUR – Kecamatan Waway Karya mendadak ramai, bukan karena panen raya atau diskon sembako, tapi karena kedatangan tiga serangkai elite politik yakni Anggota DPR RI Komisi IV Dwita Ria Gunadi, Ketua DPRD Provinsi Lampung Ahmad Giri Akbar, dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lampung Timur Hanif Fauzi, Kamis 31 Juli 2025.
Empat desa yang dikunjungi dalam safari politik ini meliputi, Desa Sumber Jaya, Marga Batin, Mekar Karya, dan Tanjung Wangi mendadak menjadi panggung aspirasi rakyat dan ladang janji pembangunan.
Mulai dari jalan berlubang hingga harga singkong yang jeblok, semuanya masuk agenda. Tapi tenang, para senator memberikan solusi agar petani berhenti menanam singkong, dengan mengganti tanaman jagung.
“Petani singkong sedang terpuruk, jadi kita dorong transisi ke jagung,” kata Giri Akbar dengan mengatakan bibitnya nanti dibantu.
Sementara itu, Hanif Fauzi dengan gagah menyampaikan bahwa reses bukan sekadar jeda sidang, tapi momen penting untuk mendengar langsung suara rakyat.
Suara rakyat yang biasanya harus diteriakkan lewat toa, kini bisa langsung disampaikan ke telinga pejabat asal micnya nyala.
“Kami akan pastikan aspirasi masyarakat terkait infrastruktur, pertanian, UMKM, hingga colokan listrik masjid ditindaklanjuti. Insyaallah, nggak cuma masuk kuping kanan keluar statement,” ujar Hanif, yang juga politisi dari Fraksi Gerindra Dapil 5.
Dwita Ria Gunadi menambahkan bahwa sinergi adalah kunci. DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten harus kompak, semacam boyband politik yang lagunya berjudul “Pembangunan dan Pelayanan”.
“Kami hadir bukan cuma cari solusi, tapi memberikan kepastian perubahan,” tegasnya, seperti iklan asuransi, tapi versi legislatif.
Ketua DPRD Provinsi, Giri Akbar, bahkan membawa misi mulia ala Prabowo, Prosperity dan Security, agar pembangunan berjalan lancar dan rakyat bisa tidur nyenyak. Mulai dari jembatan, jalan, sampai sumur bor disebut bakal masuk skema pembangunan.
“Kita harus kawal program ini bareng-bareng, jangan sampai ada yang dikorupsi sebelum dibangun,” ujar Giri dengan nada tegas.
Kehadiran para kepala desa, RT, kader, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat menjadi saksi hidup bahwa demokrasi meski kadang bikin lelah tetap dijalankan.
Namun satu pertanyaan menggantung di udara setelah reses selesai, jalanan tetap berlubang, harga singkong tetap lunglai, dan bibit jagung tak kunjung nongol.***