KOTA BEKASI – Setelah lama menunggu dan bertanya-tanya kapan pasar mereka hidup lagi, para pedagang Pasar Kranji akhirnya mendapat jawaban: dua tahun lagi baru bisa dagang. Ya, dua tahun. Waktu yang cukup lama untuk menanam padi tiga kali, atau cukup buat anak masuk TK lalu bisa hafal alfabet.
Kabid Pasar Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bekasi, Budiman, memastikan bahwa proyek revitalisasi Pasar Kranji resmi dimulai 1 Oktober 2025. Ia menjelaskan dengan nada optimistis yang mungkin lebih optimis dari saldo pedagang usai pindah jualan ke pinggir jalan.
“Revitalisasi pasar itu penting agar kita punya pasar bagus dan pedagang bisa berada di tempat yang representatif,” kata Budiman, seolah ingin menegaskan bahwa pasar lama memang sudah tidak layak jual, bahkan mungkin kalah nyaman dibanding lapak parkir Indomaret, pada Rabu.
Budiman mengakui setiap proyek pasti punya “drama”. Tapi katanya, semua persoalan diselesaikan dengan baik oleh Pemkot dan investor. Ya, dalam proyek, masalah itu ibarat bumbu: tanpa masalah, proyek terasa hambar.
Ia juga berharap agar para pedagang bisa sedikit tenang atau setidaknya tidak panik duluan karena menurutnya revitalisasi ini justru demi mereka.
“Terlepas dari pro-kontra, kegiatan ini menjamin pedagang punya tempat berdagang yang baik,” ujarnya dengan nada menenangkan, meski sebagian pedagang mungkin sudah mulai menghitung berapa lama lagi harus bayar kontrakan tempat sementara.
Terkait aksi-aksi yang mengatasnamakan pedagang Pasar Kranji, Budiman menepis dengan halus tapi tegas. “Yang demo itu bukan pedagang Kranji, bukan juga warga pasar. Setelah ditelusuri, mereka itu entah siapa,” ujarnya. Mungkin mereka hanya penonton yang tersesat di panggung revitalisasi.
Sejak addendum revitalisasi disepakati, proyek kembali dikerjakan mulai 1 Oktober. Durasi pembangunan ditetapkan 24 bulan, atau dalam bahasa pedagang, dua kali Lebaran tanpa lapak tetap.
Semoga saja dua tahun ke depan, janji “pasar representatif” benar-benar jadi kenyataan bukan sekadar brosur proyek yang luntur kehujanan.
Karena bagi para pedagang, “revitalisasi” itu bukan sekadar membangun gedung, tapi juga membangun harapan. Dan sementara menunggu, mungkin satu-satunya yang bisa mereka jual cuma kesabaran.***