Scroll untuk baca artikel
NasionalPertanian

Ribuan Petani Serbu Jakarta di Hari Tani Nasional: Dari Ladang Singkong ke Ladang Tuntutan

×

Ribuan Petani Serbu Jakarta di Hari Tani Nasional: Dari Ladang Singkong ke Ladang Tuntutan

Sebarkan artikel ini
Ribuan petani dari berbagai wilayah Indonesia gelar aksi di Jakarta peringati Hari Tani ke -65, Rabu 24 September 2025 - foto kolase doc.

JAKARTA – Ribuan petani, termasuk rombongan besar dari Lampung, membanjiri ibu kota pada Hari Tani Nasional (HTN) ke-65, Rabu (24/9/2025). Mereka datang bukan untuk rekreasi, melainkan membawa tuntutan serius: reforma agraria sejati dan kedaulatan pangan.

Sejak dini hari, bus-bus yang mengangkut petani singkong dari Lampung sudah melintasi jalan lintas Sumatera, menyeberang Selat Sunda, dan tiba di Jakarta. Tujuan mereka: menegaskan bahwa kedaulatan pangan bukan jargon, melainkan urusan perut rakyat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Koordinator Aksi HTN 2025, Rizaldi, menegaskan tema tahun ini:

“Tidak ada kedaulatan pangan tanpa reforma agraria sejati. Rebut kembali kedaulatan, lawan perampas tanah!”

Jalan Ditutup, Tuntutan Dibuka

Aparat kepolisian menutup Jalan Medan Merdeka Selatan dengan pagar besi. Akses dari Medan Merdeka Barat maupun arah MH Thamrin ditutup. Di balik barikade, massa petani dari berbagai daerah berorasi.

Elemen massa bukan main-main: ada Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Serikat Petani Indonesia (SPI), Komite Aksi HTN ke-65, Komite Perjuangan Pertanian Rakyat (KPPR), Koalisi Nasional untuk Reforma Agraria, BEM Si Kerakyatan, hingga Aliansi Rakyat Menggugat.

SPI sendiri membawa enam tuntutan utama:

  1. Pemerintah diminta menuntaskan konflik agraria, menghentikan kriminalisasi, dan kekerasan terhadap petani.
  2. Lahan perusahaan perkebunan/kehutanan dialihkan menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
  3. Perpres No. 62/2023 tentang Percepatan Reforma Agraria direvisi agar pro petani.
  4. Revisi UU Pangan, UU Kehutanan, UU Koperasi, serta dorongan lahirnya UU Masyarakat Adat.
  5. Cabut UU Cipta Kerja yang dianggap memperlebar jurang ketimpangan agraria.
  6. Bentuk Dewan Nasional Reforma Agraria dan Dewan Nasional Kesejahteraan Petani untuk menjamin keberlanjutan kebijakan.

Aparat Dikerahkan, Seperti Hadapi Invasi

Untuk menghadapi para petani bersarung dan bercaping ini, negara tak tanggung-tanggung: 8.340 personel gabungan Polri, TNI, dan Pemprov DKI disebar di berbagai titik strategis.

Kasi Humas Polres Metro Jakpus, Iptu Ruslan Basuki, menjelaskan pengamanan sudah dipersiapkan sejak pukul 06.00 WIB. “Pasukan disiapkan di Gambir hingga sekitar Gedung DPR/MPR RI,” ujarnya.

Satirnya jelas: jumlah aparat pengamanan nyaris menyamai jumlah tentara yang dikirim ke medan konflik. Bedanya, lawan kali ini bukan pemberontak bersenjata, melainkan petani yang bersenjata poster, spanduk, dan suara lantang.

Negeri Agraris, Petaninya Justru Demonstran

Ironi besar tergambar di Hari Tani Nasional ke-65 ini. Di negara yang katanya “gemah ripah loh jinawi” dan 90 tahun lebih bangga disebut agraris, justru para petaninya turun ke jalan menuntut tanah.

Singkong dari Lampung mungkin bisa jadi keripik, tapi kenyataan pahitnya: akses tanah masih dikuasai korporasi, sementara petani harus berdesakan di aspal Jakarta untuk sekadar didengar.

Hari Tani seharusnya jadi perayaan. Namun, di negeri ini, petani lebih sering jadi pengunjuk rasa ketimbang pahlawan pangan.

Antara Reforma Agraria dan Reformasi Janji

Kini bola ada di tangan pemerintah. Apakah tuntutan ini akan ditanggapi, atau hanya jadi catatan tahunan yang diarsipkan rapi bersama janji-janji sebelumnya?

Karena kalau setiap Hari Tani hanya diisi dengan teriakan “reforma agraria sejati” tanpa realisasi, lama-lama masyarakat bisa mengganti singkatan HTN bukan lagi Hari Tani Nasional, tapi Hari Teriak Nasional.

SHARE DISINI!