Opini

RK vs Anies Ditunggu Warga Jakarta

×

RK vs Anies Ditunggu Warga Jakarta

Sebarkan artikel ini
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil beraama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menikmati bubur ayam di jalan homan, Kota Bandung, Kamis (24/2/2022).
M Ridwan Kamil beraama Anies Baswedan menikmati bubur ayam di jalan homan, Kota Bandung, pada saat keduanya masih menjadi Gubernur, Kamis (24/2/2022).- foto doc ist

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Kenapa kontestasi Pilkada Jakarta memerlukan RK vs Anies?. Apa urgensi mengkontestasikan kedua figur itu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Apa urgensi untuk Jakarta maupun untuk Indonesia?

Ridwan Kamil (RK) sudah dipastikan maju pilkada Jakarta. Diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Berpasangan dengan Suswono.

Kedua pasangan itu jika disingkat RAWON bahkan masih jadi perdebatan karena ada juga mengajukan singkatan RAKUS: Ridwan Kamil-Suswono.

Koalisi pengusung RAWON berpostur tambun. Hampir semua parpol mengusung pasangan ini. Hanya PDIP, partai besar yang tidak masuk koalisi pengusung.

Pilkada Jakarta nyaris terselenggara tanpa kontestan. Melawan Bumbung Kosong.

Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) membuka ruang pilkada Jakarta tidak melawan bumbung Kosong. PDIP memiliki peluang mengajukan calon berhadapan dengan RAWON.

BACA JUGA :  Pandemi Yang Menggerus Narasi Keagamaan

Jika pertimbangannya hanya mengacu survei, Anies paling berpotensi dimajukan. Ia tertinggi elektabilitasnya. Ahok pada urutan berikutnya.

Kembali ke pertanyaan. Kenapa perlu RAWON vs Anies?.

Pertama, Jakarta salah satu barometer utama penyelenggaraan demokrasi. Kontestasi pilkada harus terselenggara secara berkualitas oleh figur-figur terbaik.

Jakarta harus dihindarkan kontestasi politik melawan bumbung kosong. Pilkada harus melahirkan gagasan-gagasan segar mewujudkan Jakarta sebagai kota global.

RK maupun Anies merupakan figur-figur kompeten. Anies seorang incumbent. Gubernur Provinsi Jakarta sebelumnya. RK merupakan teknokrat ulung penata kota. Gagasan-gagasannya dalam pilkada akan dipenuhi narasi Jakarta sebagai penggerak kemajuan.

Kedua, untuk pembuktian seberapa kekuatan sesungguhnya Anies Baswedan (AB) di Jakarta. Khususnya setelah ditinggal PKS.

Apakah keunggulan AB di Jakarta selama ini oleh kekuatan riilnya sendiri. Atau oleh mesin politik PKS yang sangat kuat.

RK Vs Anies juga merupakan ajang pembuktian bagi PKS. Seberapa setia anggota PKS terhadap keputusan dan arah kebijakan induk organisasinya. Atau justru terikat loyalitasnya pada Anies.

BACA JUGA :  Atalia Kamil Sembuh dari COVID-19

Ketiga, untuk merehabilitasi residu konflik masa lalu. Anies seorang demokrat. Cendekiawan. Berpikiran terbuka.

Oleh tuntutan politik terpaksa bersisiran dengan basis pendukung yang dinilai berbagai pihak sebagai intoleran. Pembela politik identitas.

Keberanian PDIP menggandeng Anies akan menghempaskan kelompok-kelompok intoleran dari pilkada. Selama ini mereka disinyalir memanfaatkan Anies sebagai figur dalam memaksakan politik identitasnya.

Ketika AB digandeng PDIP, kelompok intoleran akan kehilangan induk semangnya. Jakarta akan terbebas dari konflik aliran yang tidak perlu.

PDIP dikenal sebagai pembela keragaman. Bisa membantu membebaskan residu konflik itu di Jakarta.

Keempat, untuk pembuktian akurasi survei. Apakah elektabilitas AB tetap tinggi dan unggul diakhir kompetisi. Atau akan rontok oleh sebab-sebab tertentu.

BACA JUGA :  Tuntutan 'Biyak Sebelah' Jaksa Pada Kasus Penganiayaan Wartawan di Tanggamus

Dinamika itu tentu menarik untuk keperluan studi. Khususnya strategi dalam perebutan basis elektoral Jakarta.

Pada saat pilpres, AB memperoleh elektabilitas tertinggi menurut survei CSIS. Bahkan head to head dengan kandidat manapun dipastikan unggul.

Terbukti survei itu bergeser. AB kalah dalam pilpres.

Kelima, untuk pembuktian loyalitas basis massa PDIP. Ketika mengusung AB, seberapa loyal anggota PDIP terhadap keputusan induk organisasinya itu.

Basis massa yang pertempuran sengit melawan Anies Baswedan di pilgub Jakarta 2017. Melawan politik identitas.

Terlepas PDIP menjatuhkan pilihan pada AB, atau Ahok. Semuanya tetap pilihan menarik.

PDIP harus mampu menjadi perawat demokrasi. Pilkada Jakarta harus bisa menjadi sekolah demokrasi bagi kita semua. Ditentukan oleh keseriusan PDIP memilih kompetitor tangguh melawan KIM Plus.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 22-06-2024