LAMPUNG TIMUR – Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, akhirnya menuntaskan teka-teki jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) dengan melantik Dr. Rustam Effendi, SE, M.Si, Ak, CA, CMA di Aula Rumah Dinas Bupati, Kamis (4/9/2025).
Pelantikan yang dihadiri pejabat provinsi, Forkopimda, kepala OPD, hingga para camat itu berjalan khidmat sekaligus penuh bisik-bisik, “Mampukah Rustam menaklukkan medan birokrasi Lampung Timur yang terkenal keras kepala?”
Rustam bukan nama baru. Kariernya berliku dari teknokrat keuangan hingga menjabat Kepala BPKAD Tulang Bawang. Kini, ia resmi duduk di kursi yang disebut banyak orang sebagai “mesin penggerak” birokrasi daerah.
Ia lolos seleksi terbuka (selter) Pemkab Lampung Timur, menyingkirkan kandidat lain, dan akhirnya naik pangkat menjadi pejabat tinggi pratama.
“Sekretaris Daerah adalah motor penggerak birokrasi. Saya minta Pak Rustam segera menyesuaikan dengan ritme kerja, memiliki loyalitas, dan bekerja keras mendukung pelayanan publik,” ujar Bupati Ela dengan nada tegas.
Ia juga mengingatkan bahwa jabatan Sekda bukanlah hadiah, melainkan amanah.
“Posisi ini kunci koordinasi pembangunan. Saya ingin Pak Rustam jadi penghubung kuat antara visi kepala daerah dan realisasi di lapangan,” tambahnya.
Diketahui bahwa mesin birokrasi Lampung Timur seringkali macet bukan karena Sekda, melainkan karena kepentingan politik yang saling tarik-menarik.
Ela berharap Rustam menghadirkan suasana kerja kondusif, harmonis, dan solid.
Namun publik tentu masih ingat Rustam pernah disorot di Tulang Bawang karena dugaan penyimpangan anggaran. Kini, ia ditantang menunjukkan bahwa reputasi bisa ditebus dengan kinerja nyata, bukan sekadar gelar akademik atau sertifikasi profesi berderet di belakang nama.
“Saya ingin Sekda jadi teladan disiplin, ketegasan, dan pelayanan. Mari kita wujudkan Lampung Timur makmur,” katanya.
Pelantikan ini disebut-sebut sebagai momentum baru untuk memperkuat koordinasi antar OPD dan mempercepat program kerja.
Tetapi, masyarakat Lampung Timur tentu menunggu bukti, apakah Sekda baru bisa menggerakkan birokrasi yang sering lambat seperti kereta ekonomi jurusan Tanjungkarang–Palembang, atau justru sekadar menghangatkan kursi empuk?***