JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Rycko Menoza “menyentil” Kementerian Pariwisata, agar tak setengah hati dalam membangun sektor pariwisata di Raja Ampat.
Menurutnya, potensi alam Raja Ampat yang telah diakui dunia ini tidak bisa hanya dipandang sebagai “halaman belakang” tambang nikel semata.
Surga itu nyata, dan namanya Raja Ampat. Tapi, alih-alih dinikmati sebagai tempat healing para pelancong dari penjuru dunia, kawasan ini malah sempat ‘diintip’ oleh aktivitas tambang.
Untungnya, akal sehat masih menang. Presiden Prabowo melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 10 Juni 2025 mencabut empat izin tambang yang berada di wilayah yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark.
“Sudah waktunya Kementerian Pariwisata kerja serius, jangan cuma selfie di pantai, tapi bikin Masterplan Raja Ampat yang konkret dan berkelanjutan!”tegas Rycko Menoza melalui keterangan resminya, pada Kamis 12 Juni 2025.
Rycko menyambut usulan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana soal pembentukan tim lintas Kementerian/Lembaga untuk menyusun masterplan wisata di Raja Ampat.
Ia menegaskan bahwa Raja Ampat bukan sekadar destinasi Instagramable, tapi mahakarya alam dunia yang tak tergantikan.
“Jangan sampai Raja Ampat dikenal dunia karena tambang, padahal isinya laut biru, terumbu karang yang cetar, dan rumah bagi ribuan spesies laut. Ini bukan tempat nambang, ini tempat nyelam!” ujar Rycko, sembari tertawa kecil.
Untuk diketahui bahwa kawasan ini punya 1.800 pulau, lebih dari 550 jenis karang, 700 spesies moluska, dan 1.427 spesies ikan. Kalau itu bukan definisi ‘harta karun laut’, kita nggak tahu lagi apa.
Pada tahun 2024 saja, Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat mencatat 33.277 kunjungan wisatawan, di mana mayoritas berasal dari luar negeri. Wisman alias wisatawan mancanegara mencapai angka 24.934. Artinya, orang luar negeri saja tahu ini surga, masa kita masih sibuk gali tanah?
“Ini potensi besar, bukan hanya untuk pariwisata, tapi juga buat ekonomi lokal. Masyarakat bisa sejahtera dari alam yang lestari, bukan dari tambang yang meninggalkan lubang hati—dan lubang tanah tentunya,” tambah Rycko dengan nada setengah serius, setengah nyindir.
Rycko juga mendorong Kementerian Pariwisata agar tak hanya fokus promosi di media sosial, tapi benar-benar menggarap pembangunan infrastruktur, pelatihan SDM lokal, serta memperkuat branding internasional Raja Ampat.
“Kalau bisa, kita bikin kawasan itu versi Miyazaki style, tempat wisata yang magis, natural, tapi tetap menguntungkan secara ekonomi,” celetuknya.
Sebagai wakil rakyat dari Komisi VII yang membidangi energi, lingkungan hidup, dan pariwisata, Rycko menyampaikan pesan moral juga.
“Kita jangan jadi generasi yang mewariskan foto-foto indah tapi meninggalkan kerusakan alam. Wisata harus jadi alat konservasi, bukan kompetisi eksploitasi.”tandasnya.
Ia berharap rencana besar ini segera ditindaklanjuti oleh Kementerian dan Pemerintah Daerah Papua Barat Daya.
“Ayo bangun bersama. Ini bukan cuma proyek, tapi amanah dari alam. Dan siapa tahu, bisa jadi pusat wisata laut kelas dunia. Masa Bali terus yang trending?”pungkasnya.***