Anies kokoh dalam hantaman para pihak yang tak henti melihatnya dengan serba kekurangan. Anies memilih membiarkan hantaman yang tak berdasar itu sebagai ujian kesabaran andai saja Arinal Djunaidi Gubernur Lampung, itu memilih jalan Sabar Anies, maka tak perlu sampai kritik warganya disikapi dengan melaporkan balik pada kepolisian. Warga Lampung yang mengkritik jalan berlubang, itu mestinya diapresiasi, bukan sebaliknya.
Jalan Anies menuju Pilpres 2024, itu serasa jalan meliuk melingkar, bahkan menikung. Bisa jadi agar ia tersungkur jatuh terjerembab. Agar ia gagal memenuhi harapan rakyat akan munculnya sosok inspirasi perubahan untuk memimpin negeri ini.
BACA JUGA: Anies, Agenda Perubahan dan Tembak Mati Koruptor
Segala daya dan upaya dikerahkan untuk menjegal langkah Anies. KPK terus mengangkat kasus Formula E, yang menurut pemeriksaan BPK tak berkasus. Ekspose perkara hingga 15 kali oleh KPK untuk menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan, tetap tidak menemukan alat bukti yang cukup bisa menaikkan statusnya. Siapa saja yang dianggap Firli Bahuri Ketua KPK menghalangi kerja komisi anti rasuah dalam menersangkakan Anies, dilempar keluar dari KPK. Brigjen Endar Priantoro salah satunya yang terlempar. KPK seolah menjadi alat politik kekuasaan.
Ada lagi permainan KSP Moeldoko, yang tak merasa jemu dalam upaya merampas Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang jelas resmi diakui Kemenkumham. Moeldoko memakai upaya terakhirnya dengan Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung (MA). Jika PK yang diajukan Moeldoko itu dimenangkan MA, maka yang akan dilakukannya adalah menghentikan langkah Anies. Dan itu dengan menarik Demokrat yang sudah digenggamannya dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Maka, dua opsi diupayakan guna menghentikan langkah Anies. Bisa saja Anies ditersangkakan KPK, tapi bisa pula PK Moeldoko diterima MA. (Lihat tulisan penulis sebelumnya, “Syahwat KPK dan Begal Demokrat: Upaya Menggergaji Anies Baswedan”, 06 April 2023).
BACA JUGA: La Nyalla Menjebak Jokowi Atau Ikut Menjegal Anies Baswedan?
Anies tak ambil pusing dengan skenario penjegalan kasar dan tampak kasat mata itu. Anies tetap memilih jalan sabar, meski perlakuan tak semestinya ia terima. Anies lebih memilih dengan tak menghiraukan.
Anies tetap bergerak sesuai saran beberapa kiai khos agar ia melakukan laku tirakat. Mendatangi kiai-kiai, ziarah ke makam para kiai kesohor. Seperti Rabu malam (12 April 2023), sekitar pukul 21.00, Anies sampai di PP Tebu Ireng, Jombang. Itu setelah sejak pagi hari ia mendatangi beberapa pondok pesantren lain. Lalu diantar keluarga besar Tebu Ireng untuk ziarah ke makam Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Yusuf Hasyim, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan KH Sholahuddin Wahid, dan dzuriyah lainnya. Tidak itu saja, Anies pun diajak keluarga besar Tebu Ireng ke makam Mbah Asy’ari. Beliau adalah ayah dari Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, lokasi makam di daerah Keras. Jarak dari PP Tebu Ireng hanya sekitar 3 km. Dini hari itu juga Anies meluncur balik ke Jakarta. Agenda lain di sana sudah menanti.
Entah sudah berapa banyak pesantren yang didatangi Anies, baik di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pengasuh pesantren yang didatanginya, menyambut dengan suka cita. Tak ketinggalan doa pun dipanjatkan para kiai agar Anies menjadi Presiden di 2024 nanti.
BACA JUGA: Anies Urung Hadiri Muktamar Al-Isryad di Purwokerto. Kenapa?
Tak sedikit pun terlihat pada wajah Anies rona kelelahan. Dan tak secuil pun rasa hilang harapan, meski upaya menjegalnya intens terus dilakukan. Wajah teduh dan adem itu, seperti tak memperdulikan soal-soal yang tengah dihadapi dengan kerasnya. Sabar seolah jadi kata kunci dalam pengendalian hati. Bagi Anies apa yang di luar kendalinya tidak jadi beban di pikirannya, diserahkan jadi urusan Tuhan. Itu pikirnya dengan seyakinnya, Tuhan yang akan menyelesaikan. Soal metafisis semacam ini, sulit bisa diurai mereka yang biasa berpikir pada hanya yang tampak. Maka mereka menjadi tak tampak, bahwa sebenarnya Anies tengah berbagi peran apik dengan Tuhannya.
Sabar Anies bukanlah Sabar Ayub dalam perspektif kenabian, tentu beda antarkeduanya. Beda zaman beda pula corak dan persoalan yang dimunculkan, tapi sama-sama disikapi dengan kesabaran. Tapi satu hal yang sama dari keduanya, sama-sama ditempa ujian. Karenanya, sekerasnya mengelola hati untuk tetap di jalan sabar. Tentu itu bukan perkara mudah. Perlu terus diikhtiarkan saban waktu, seperti sekolah tanpa kesudahan… Wallahu a’lam. (**)




