Scroll untuk baca artikel
Nasional

Safar 1447 H Resmi Tiba, Saatnya Kalender Hijriah Naik Level!

×

Safar 1447 H Resmi Tiba, Saatnya Kalender Hijriah Naik Level!

Sebarkan artikel ini
Petugas melihat hilal, untuk menentukan jadwa Ramadhan 1440 H- foto dok ist
Petugas melihat hilal, untuk menentukan jadwa Ramadhan - foto dok ist

JAKARTA – Di tengah geliat dunia yang makin digital, ternyata bulan sabit tipis di langit masih jadi rebutan empat negara tetangga atau MABIMS alias Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura kembali ngumpul virtual (dan real) untuk nentuin kapan 1 Safar 1447 H dimulai, Jumat (25/7/2025).

Hasilnya, Safar resmi dimulai pada 26 Juli 2025. Bulan sabit terlihat, bukan di aplikasi cuaca, tapi lewat teleskop beneran bukan teropong TikTok.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Titik pengamatan utama digelar di Teluk Kemang Observatory, Negeri Sembilan, Malaysia. Sementara itu, delegasi Indonesia yang tentu saja tidak mau kalah dalam urusan “memandang langit secara profesional” hadir lengkap dengan tim Kemenag, pakar falak dari UIN Walisongo, hingga perangkat optik yang lebih canggih dari zoom kamera ponsel kelas flagship.

BACA JUGA :  Tarif Merak-Bakauheni, Siang Diskon 10 Persen, Malam Naik 10 persen

Di tanah air, rukyat juga digelar serempak dari Aceh sampai Papua. Hasilnya, Hilal terlihat di tiga lokasi Ponorogo, Bosscha Lembang, dan Tgk Chiek Kuta Karang Aceh Besar. Mungkin langit sedang baik hati.

“Ini bukti bahwa kita makin keren dalam urusan falak. SDM kita naik kelas. Kalau dulu lihat bulan pakai mata telanjang, sekarang pakai teleskop resolusi tinggi, kamera CCD, dan software canggih,”ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyebutkan yang lihat tetap manusia, bukan AI.

Momen ini makin spesial adalah maknanya yang lebih luas. “Rukyat bareng MABIMS ini semacam ASEAN Summit versi astronomi,” kata Arsad. Tak hanya melihat bulan, tapi juga tukar ilmu, nyamain metode, dan silaturahmi regional biar gak ribut lagi soal ‘Idulfitri siapa duluan’.

BACA JUGA :  Dibuka Hingga 9 Oktober, Simak Cara dan Syarat Pendaftaran Seleksi CPNS dan PPPK Kemenag

Tak tanggung-tanggung, kriteria baru “imkan rukyat” yang dirumuskan bareng MABIMS kini jadi bahan uji coba serius. Ini bukan lagi “kira-kira hilal kelihatan atau nggak”, tapi hitungan presisi tinggi—mirip astrologi, tapi halal dan syar’i.

Menurut Arsad, hilal bukan cuma urusan pemerintah. “Ini kerja bareng. Ada ormas, kampus, komunitas astronomi, bahkan anak-anak yang biasanya nongkrong di forum langit. Semua terlibat,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya integrasi antara ilmu falak dan fikih. Karena menurutnya, hilal itu ibadah dan ilmu, bukan cuma ajang lomba siapa paling cepat salat tarawih lebaran.

Arsad juga membantah anggapan bahwa rukyat hanya seremonial. “Ini bukan rutinitas musiman. Ini wujud ukhuwah falakiyah regional. Tujuannya, umat nggak bingung tiap tahun antara ‘puasa Rabu atau Kamis’,” katanya sebagaimana dikutip wawai news dari laman resmi web Kemenag RI.

BACA JUGA :  Kemenag Resmi Terbitkan Pedoman Ceramah, Begini Point Pentingnya

Data rukyat Indonesia sekarang jadi bahan pembahasan kalender hijriah internasional. “Kita gak cuma jadi penonton. Kita kontributor. Indonesia bukan cuma besar secara umat, tapi juga unggul secara observasi,” pungkasnya.***