Sebelumnya, Presiden Jokowi dianggap kurang ajar oleh PDIP. Dianggap menolak menjadi petugas partai lagi.
Bahkan Guntur Soekarno Putra menyatakan akan “menghukum” Joko Widodo jika calon PDI menang pilpres. Ternyata calon PDIP itu kalah.
Tentu pride Megawati sulit merunduk. Pada mantan petugas partainya itu. Hanya “Joko Widodo Inisiatif”-lah yang bisa memecah kebekuan itu.
Joko Widodo mengalah. Mengajak PDIP masuk kabinet.
Bagaimana jika yang terjadi adalah kabinet dengan oposisi?. Jika Pride Joko Widodo dan Megawati tetap tidak bisa bertemu. Siapa saja yang memungkinkan oposisi?
Nasdem merupakan partai yang pragmatis. Secara kelaziman, tujuan politik adalah kemampuannya mengendalikan kekuasaan. Maka berada di luar lingkaran kekusaan tentunya bukan pilihan menarik. Terlalu berat pula untuk konsolidasi logistik kepartaian jika harus oposisi.
Begitu pula dengan PKB. Oposisi akan sangat dilematis. PKB merupakan salah satu sampan politik warga NU.
Jatidiri NU adalah bagian pengendali kekuasaan. Sebagai penjaga NKRI dan idiologi Pancasila. Harus mengendalikan siapapun berkuasa.
Pilihan elit PKB untuk oposisi akan berlawanan spirit dengan warga NU dan para Kyai. Selain menyulitkan dari konsolidasi logistik, oposisi juga rawan perlawanan arus bawah.
Oposisi menyisakan dua kemungkinan. PKS dan PDIP. Dengan problematikanya masing-masing. Oposisi PKS memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, secara idiologis. Ia merupakan anak kandung Ikhwanul Muslimin. Setidaknya sejarah kemunculannya.