JAKARTA – Kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman atau Sritex mendapat perhatian serius dari Presiden Prabowo karena mulai bangkrut akibat terbentur gunung utang.
Bahkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae pun mengungkapkan jika jumlah utang Sritex kepada para pemberi pinjaman nyaris tembus Rp 15 triliun.
Dia menjelaskan bahwa OJK mencatat Sritex memiliki utang pada 27 bank dan 3 multifinance, outstanding pada bank Rp 14,64 triliun dan Rp 0,2 triliun. Sehigga dikatakan bahwa secara total, utang Sritex ke 30 pihak mencapai Rp 14,84 triliun.
Mengenal pendiri Sritex, perusahaan Tekstil yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun.
Perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946.
Ia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.
Dilansir dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki.
Tak disangka bisnisnya moncer. Dua tahun berselang dia mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang kini bertahan hingga kini pada 1980.
Tak banyak cerita ‘tangan dingin’ Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai ‘raja’ industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.