EkonomiNasional

Sejarah Sritex Perusahaan Tekstil Bangkrut dengan Utang Tembus Rp15 T

×

Sejarah Sritex Perusahaan Tekstil Bangkrut dengan Utang Tembus Rp15 T

Sebarkan artikel ini
Foto: Pendiri Sritex, H.M Lukminto. (Dok. Sritex)
Foto: Pendiri Sritex, H.M Lukminto. (Dok. Sritex)

Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto.

Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

“Di dalam negeri, ketika itu Sritex (tahun 1990-an) menerima orderan seragam batik Korpri, Golkar, dan ABRI,” tulis Tempo. Dan karena ini pula Sritex mendapat jutaan rupiah dan dollar, ditambah dengan penguasaannya terhadap pasar garmen di dalam dan luar negeri.

BACA JUGA :  Kepri Resmi Miliki Pusat Pengembangan Ekonomi Kreatif yang Ikonik di Kota Gurindam

Bagaimana Sritex bisa pailit?

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt. Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Selain itu, pengadilan juga menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).

Sritex pun bersama dengan tiga anak usaha saat ini telah mengajukan kasasi terkait putusan pailit dari PN Semarang.

BACA JUGA :  OTT Bupati Penajam, 6 Orang Ditetapkan Tersangka

Indo Bharat Rayon (IBR) tercatat sebagai pemohon dalam putusan pailit Sritex. Dalam keterbukaan informasi, Sritex menjelaskan bahwa PT IBR adalah kreditur perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2024, Sritex memiliki sisa utang Rp101,31 miliar kepada PT IBR atau 0,38% dari total liabilitas Sritex.

Mengutip laman resmi perusahaan, Indo Bharat Rayon didirikan pada 1980 dan mengklaim dirinya sebagai pionir pembuat serat buatan atau viscose staple fibre (VSF) di Indonesia.

Perusahaan ini memiliki pabrik di Purwakarta, Jawa Barat yang mulai produksi secara komersial pada 1986 dengan kapasitas 16.500 tpa. Saat ini utilisasi pabrik tersebut telah mencapai 200.000 tpa.

Adapun PT IBR merupakan bagian dari Aditya Birla Group, perusahaan konglomerasi asal India. Mengutip laman resmi Adiya Birla, perusahaan tersebut memiliki sejumlah portofolio di Indonesia selain PT IBR, yakni PT Elegant Textile Industry, PT Indo Liberty Textiles, PT Indo Raya Kimia, dan PT Sunrise Bumi Textiles.

BACA JUGA :  Presiden Jokowi, Resmi Cabut Aturan Investasi Miras

Sebagai informasi, di balik keberhasilan Aditya Birla mendirikan konglomerasi ada tangan dingin Ghanshyam Das Birla. Dia tercatat sebagai pendiri dengan memulai bisnis sebagai pedagang katun. Kemudian bisnisya diperluas ke berbagai sektor seperti, aluminium, semen, hingga industri bahan kimia dan tersebar di 24 negara.