Scroll untuk baca artikel
Pertanian

Sektor Pertanian Indonesia Alami Kelesuan

×

Sektor Pertanian Indonesia Alami Kelesuan

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) secara struktural sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian RI adalah sektor industri (19,63%), perdagangan (12,95%), konstruksi (11,26%) dan pertanian (11,19%).

Untuk Sektor pertanian sendiri merupakan lapangan usaha yang tergolong ke dalam sektor primer karena kontribusinya terhadap serapan tenaga kerja besar.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

menurut data BPS, pada Agustus 2019, jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian mencapai 34,58 juta orang atau 27% dari total tenaga kerja. Mirisnya  dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sektor pertanian tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi tanah air.

Pada 2018 ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,17% (yoy). Namun sektor pertanian hanya mampu tumbuh 3,89% (yoy). Tahun lalu, kala pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 5,02% (yoy), sektor pertanian tumbuh melambat di angka 3,64% (yoy).

Artinya, kala pertumbuhan PDB turun 0,15 persen poin, pertumbuhan sektor pertanian turun lebih dalam 0,25 persen poin. Dilihat lebih jauh lagi, ternyata pertumbuhan sektor pertanian RI di bawah pertumbuhan ekonomi tanah air ini sudah terjadi sejak kuartal dua tahun 2017.

BACA JUGA :  Jabar Tanam Jagung di Palembang

Pada kuartal dua tahun lalu, pertumbuhan PDB sektor pertanian sempat melampaui pertumbuhan ekonomi tanah air. Namun setelah itu sektor pertanian kembali tumbuh minimalis.

Kala sektor yang kontribusinya besar terhadap perekonomian tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi tentu hal ini tidaklah ideal.

Realisasi investasi di sektor pertanian pun bisa terbilang stagnan sejak tahun 2015. Nilai realisasi investasi untuk sektor pertanian dan peternakan pada 2015-2019, rata-rata 7,1% dari total realisasi investasi asing (PMA) maupun domestik (PMDN). Dengan angka 7,1% porsinya terbilang kecil.

Investasi terutama PMA yang secara jumlah lebih besar lebih banyak dialokasikan untuk sektor tersier seperti jasa perdagangan yang serapan tenaga kerjanya rendah alias lebih padat modal ketimbang padat karya.

Meskipun nilai realisasi PMDN ke sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi realisasi investasi PMA cenderung turun.

BACA JUGA :  Komunitas Bonsai Pohon Kelapa Wayka, Akan Pecahkan Rekor Muri

Hal ini terlihat dari realisasi PMDN yang naik 254% secara point to point pada 2015-2019, tetapi juga diikuti dengan penurunan realisasi investasi PMA sebesar 47% pada periode yang sama.

Hal tersebut membuat proporsi realisasi PMA terhadap PMDN semakin mengecil. Alhasil total realisasi investasi yang masuk ke sektor ini mengalami fluktuasi dan pertumbuhannya cenderung melambat.

Sebagai catatan, tahun lalu pertumbuhan total realisasi investasi di sektor pertanian hanya 6,8% (yoy) jauh lebih rendah dibanding tahun 2018 yang mencapai 23,5% (yoy).

Mendongkrak investasi di sektor pertanian adalah PR besar untuk pemerintahan Jokowi jilid II ke depan. Sektor pertanian merupakan sektor strategis yang sebenarnya perlu diprioritaskan, mengingat tak hanya serapan tenaga kerjanya saja yang tinggi tapi juga memiliki banyak potensi yang dapat memberikan nilai tambah terhadap perekonomian.

Jika saja banyak dana investasi yang masuk ke sektor ini, maka lapangan usaha pertanian tanah air tidak akan lesu. Serapan tenaga kerja di sektor ini tak terus menurun seperti sekarang ini, kesejahteraan petani juga dapat lebih terdongkrak bahkan impor yang jor-joran bisa ditekan.

BACA JUGA :  Lampung Urutan Kelima Terbesar Mendapat Alokasi Pupuk Subsidi Setelah Pulau Jawa

Belum lagi banyak potensi komoditas pertanian RI yang jika digarap bisa memberi nilai tambah bagi perekonomian karena dapat diorientasikan untuk ekspor.

Padahal jika dilakukan hilirisasi industri hasil pertanian, nilai tambahnya bagi perekonomian tentulah besar. Contohnya program Biodiesel (B30). Dengan program semacam ini, hasil pertanian yaitu sawit dan CPO dapat diolah lebih lanjut yang dapat menekan impor minyak dan juga diekspor.

Dampak ke ekonominya pun juga bisa dirasakan, yaitu memperkecil defisit neraca dagang dan transaksi berjalan. Ke depan perlu ada kebijakan-kebijakan semacam ini untuk sektor pertanian dan sektor-sektor lain yang padat karya, agar kontribusinya terhadap sektor real dan ekonomi lebih terasa. (Sal)