LAMPUNG SELATAN — Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal kembali memainkan kartu favoritnya, “Lampung sebagai lumbung pangan nasional.” Kali ini, panggungnya bukan sawah atau ladang singkong, melainkan Aula Gedung Kuliah Umum 2 Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Selasa (2/9/2025).
Dalam acara silaturahmi dan diskusi penyelarasan program strategis, Mirza menekankan pentingnya perguruan tinggi, khususnya ITERA, sebagai otak yang mengawal riset dan teknologi Lampung.
“Kalau bukan orang Lampung yang meneliti kekayaan daerah, ya siap-siap saja itu dicaplok orang lain,” ujarnya, seakan mengingatkan bahwa jagung dan singkong kita bisa lebih mudah dikuasai investor luar ketimbang digarap warga sendiri.
1,5 Juta Keluarga dan Ilusi Rp4,5 Juta
Gubernur menyoroti tiga komoditas utama, beras, singkong, dan jagung. Katanya, kalau semua dikelola penuh oleh masyarakat Lampung sendiri, setiap orang bisa berpenghasilan rata-rata Rp4,5 juta per bulan.
Masalahnya, di dunia nyata, yang menguasai hulu hingga hilir justru tengkulak, pabrik besar, dan jaringan distribusi nasional. Jadi, bagi petani kecil, angka Rp4,5 juta itu lebih mirip brosur KPR daripada kenyataan di rekening tabungan.
Jagung Jadi Pakan, Protein Jadi Visi
Visi lain yang digembar-gemborkan mengubah jagung jadi pakan murah untuk ayam dan ikan. Rumusnya sederhana, kata Gubernur, kalau pakan murah, harga ayam dan telur jatuh, rakyat pun kenyang protein.
Logika ini memang mulus di powerpoint, tapi di lapangan sering mentok di mafia pakan dan kartel distribusi. Lagi-lagi rakyat hanya dapat janji “Lampung sumber protein”, sementara ayam goreng di warung tetap naik harganya tiap bulan.
ITERA, Dari Mitra Riset sampai Bank Ide
Rektor ITERA, Prof. Dr. I Nyoman Pugeg Aryantha, menyambut dengan penuh energi. Ia menyodorkan program Sinergi Sanga Mitra, pangan, kesehatan, air, energi, infrastruktur, transportasi, sampah, pariwisata, hingga kebencanaan. Semua terdengar seperti daftar isi buku pembangunan yang tebal tapi jarang selesai dibaca.
“ITERA siap membantu, Pak Gub,” tegasnya, seolah ingin memastikan kampus tidak hanya jadi menara gading, tapi juga gudang solusi.
Tinjauan Lapangan, atau Tinjauan Pameran?
Dalam kunjungan itu, Mirza meninjau fasilitas ITERA, mulai dari Kebun Raya hingga Integrated Waste Agro Center (IWACI). Dari luar, semua terlihat modern dan siap jadi pusat inovasi.
Pertanyaannya, apakah ini akan jadi pusat riset nyata, atau sekadar destinasi “studi banding” para pejabat yang senang berfoto di depan papan nama laboratorium? ***