Sangat disayangkan, opini miring yang terlanjur beredar dimasyarakat terlalu sulit untuk diperbaiki kembali, citra profesi jurnalis terlanjur rusak dimata sebagian orang, bahkan jika seorang jurnalis sudah kembali kepada tugas dan kewajiban pokoknya sesuai aturan yang berlaku, tetap saja dianggap jelek oleh sebagian orang.
Kenapa hal demikian bisa terjadi? Tak bisa dipungkiri memang karna ulah sebagian “oknum” rekan seprofesi kita jugalah yang suka membuat gaduh dan merusak marwah jurnalis itu sendiri.
Bermodalkan KTA, tak punya karya, tak ada skill, petantang-petenteng kesana kemari dengan hanya menghafal satu pasal dalam UU Pokok Pers sebagai “senjata” menyerang orang lain, yakni pasal 18 ayat 1 uu no. 40 tahun 1999 yang makanya kira-kira begini, “Bagi siapapun yang sengaja menghalangi tugas pers berarti melawan tugas negara, dan memiliki konsekuensi hukum pidana dan denda”, jumawa sekali.
Padahal, jelas aturan mainnya, seseorang jurnalis yang bekerja berdasarkan aturan dan kode etik lah yang semestinya dilindungi oleh undang-undang tersebut, bukan dipukul rata semua tugas jurnalis harus dilindungi (salah benar belakangan) demi sebuah pembenaran.
Apapun itu, baik-buruknya rekan jurnalis di lapangan, kita tentunya kita satu MARWAH, positive thinkingnya mungkin cara dengan begitu mereka bisa mencukupi kebutuhan anak, istri atau pun keluarganya.
Jurnalis adalah satu tubuh, satu sakit, harusnya semua ikut merasakan sakit, khususnya jurnalis yang tergabung dalam satu wadah organisasi. Seharusnya seorang jurnalis itu sadar betul akan aturan, undang-undang dan hukum yang tidak boleh dilanggar.
Bukan malah sebaliknya, jurnalis yang mengotak-atik hukum, menjadi makelar kasus, bahkan anehnya lagi ada pula jurnalis yang justru menjadi “decision maker” pada suatu intansi, bisa menjadi “penentu” hitam-putihnya suatu permasalahan, lho memang ada yang seperti itu??? Maka saya jawab, ADA, bahkan BANYAK.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 40/1999 tentang Pers, wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik, dan ini WAJIB dijalankan oleh seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Oleh karenanya, mulai saat ini, kita sama-sama berharap SEMUA JURNALIS kembali kepada “kebenaran” yang pasti pernah ia pegang teguh.
Buang jauh-juah prilaku menyimpang yang merugikan orang lain, perbuatan yang melawan hukum serta opini buruk yang beredar bahwa kehidupan Jurnalistik dekat dengan dunia glamor, sehingga STIGMA NEGATIF tentang profesi Jurnalis dapat kembali pulih sebagaimana mestinya.
Narasi oleh: Sirli Patih Jaya Kekhama ( Ketua DPD IWO Indonesia Kab. Pringsewu.)