Opini

Solusi Hukum Polemik Nasab Habaib

×

Solusi Hukum Polemik Nasab Habaib

Sebarkan artikel ini
Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Keempat, pembelokan agama dengan ajaran churafat (cerita khayalan yang tidak bisa dikonfirmasi ilmu pengetahuan). Seperti leluhur Habaib mampu memadamkan api neraka. Membentak malaikat. Dan lain-lain. Kisah ini banyak terungkap di youtube.

Kelima, provokasi dan memicu disintegrasi bangsa. Tesis pembatalan nasab Baalwi tidak ditanggapi dengan kontra tesis. Melainkan melalui kontra narasi dengan framming provokatif. Seperti tudingan penyusun tesis sebagai begal nasab. Proyek intelijen. Hingga persekusi bedah buku atau pengajian pembuat tesis.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan menyatakan pendapat yang dilindungi UUD 1945. Khususnya Pasal 28. Kyai Imadudin berhak menyusun Tesis dan mensosialisasikannya.

Terdapat perbedaan implikasi klaim nasab oleh keluarga tertentu, marga tertentu, klan tertentu, suku tertentu di Indonesia. Lingkupnya terbatas pada kelompoknya. Berbeda dengan Rasulullah Muhammad Saw,. Merupakan tokoh sentral ummat Islam. Tokoh bersama dari mayoritas penduduk Indonesia. Klaim nasab terhadapnya memiliki dua implikasi.

BACA JUGA :  Republik Nusantara

Pertama, ketika klaim itu tidak didukung bukti, bisa dianggap sebagai kebohongan publik. Kedua, ketika perilaku orang yang melakukan klaim itu tidak mampu menjaga kemuliaan Rasulullah Saw., bisa dianggap melakukan pencemaran nama baik terhadap tokoh sentral ummat Islam itu.

Kedua implikasi ini bisa memicu disharmoni antar elemen ummat. Menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan pengaturan. Sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945 secara substansi mengamanatkan tiga hal kepada negara.

Pertama, mendorong pembangunan masyarakat dan bangsa ber-Tuhan. Salah satunya melalui dukungan pendidikan keagamaan. Agar setiap warga negara mampu beragama dengan benar. Kedua, melindungi setiap warga negara dalam menjalankan agamanya masing-masing. Ketiga, menjaga harmoni dan kerukunan antar ummat maupun antar internal ummat beragama.

Berdasar sila pertama dan pasal 29 itu, polemik akurasi ketersambungan nasab Habaib mengharuskan negara untuk melakukan pengaturan. Agar tidak terjadi disharmoni antar elemen ummat beragama. Pengaturan itu bisa dipertimbangkan hal-hal berikut:

BACA JUGA :  Ramadhan dan Peradaban Serba Tuhan

Pertama, pelarangan eksistensi lembaga pencatat nasab Rasulullah Muhammad Saw., di Indonesia. Hingga adanya peraturan tentang mekanisme pendirian pencatat nasab Rasulullah Saw., berdasarkan peraturan pemerintah.

Kedua, melalui masukan elemen-elemen ummat Islam, dibuat peraturan pemerintah tentang mekanisme mendirikan lembaga pencatat nasab Rasulullah Saw., di Indonesia. Tentu saja mengharuskan kriteria-kriteria yang sangat ketat. Agar bisa dipastikan output lembaga ini memiliki akurasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Jika kelembagaan ini dipandang oleh ummat Islam Indonesia diperlukan.

Ketiga, perlu tindakan hukum secara tegas kepada pemalsu sejarah, provokasi atas nama agama dan pelaku kriminal melalui eksploitasi ummat. Termasuk oleh pihak-pihak yang mengklaim sebagai keturunan Rasulullah Saw. Pemerintah harus menjalankan fungsinya sebagaimana amanat UUD 1945, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Keempat, perlu daftar hitam kaum Habaib untuk tidak boleh memberi ceramah atau materi ajaran agama Islam. Khususnya bagi para pemalsu sejarah bangsa, pelaku kriminal dengan eksploitasi umat, pelaku provokasi atas nama agama, penebar ajaran churafat, menggunakan klaim sebagai keturunan Rasulullah Muhammad Saw. Hal ini untuk membersihkan nama baik kalangan Habaib yang bersih, baik, berilmu dan berakhlak.

BACA JUGA :  Kurnain : Catatan Kritis Dunia Pendidikan Masa Pandemi Covid 19

Diamnya para Habib yang baik, untuk merespon polemik nasab dengan beragam varian penyimpangan sebagaimana di atas, bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terintimidasi dan tidak hendak terjebak konflik. Kedua, menyetujui secara diam-diam.

Ketika tidak ada tindakan untuk memisahkan keduanya (Habaib yang baik dan menyimpang), bisa dinggap semua Habaib menyetujui perilaku menyimpang dari kalangannya itu. Dalam konsep pidana dikenal dengan penyertaan. Ialah suatu konsep hukum yang mengacu keterlibatan seseorang atau lebih dalam suatu tindak pidana. Baik langsung maupun tindak langsung.

Itulah kira-kira solusi hukum atas polemik nasab Habaib.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 11-08-2024

Abdul Rohman Sukardi
Opini

Mengiringi spirit dekonstruksi serba kolonial itu seharusnya tidak…

Abdul Rohman Sukardi
Otomatif

Dahlan Iskan melalui tulisannya, “Bukan Bus”. Menggambarkan tidak…