KOTA BEKASI – Malam yang seharusnya tenang menjelang tenggat waktu verifikasi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMAN 1 Bekasi, berubah menjadi drama penuh ketegangan, pada 17 Juni 2025, tepat pukul 00.01 WIB hanya semenit setelah masa sanggah berakhir, sejumlah calon wali murid (cawarid) dibuat geger.
Pangkal persoalan? Kombinasi maut antara surat kuasa yang tak terunggah, hak asuh anak yang mendadak jadi syarat genting, notifikasi dadakan, dan dugaan perubahan data jarak titik koordinat. Jika ini sinetron, judulnya mungkin “SPMB, Antara Surat Kuasa dan Titik Koordinat.”
Salah satu orang tua, sebut saja HR, mengaku tak diberi informasi jelas soal dokumen wajib surat kuasa pengasuhan anak. Padahal, menurut panitia, dokumen itu harus diunggah bersamaan dengan Kartu Keluarga khususnya jika anak dititipkan pada kerabat atau keluarga lain.
“Gak ada info. Saya baru tahu saat sistem udah nutup,” keluh HR, yang mendapati notifikasi kekurangan dokumen justru pada jam 00.00 WIB, saat gerbang digital sudah tertutup rapat.
Masalah makin pelik saat status hak asuh anak dipersoalkan. HR mengaku anaknya masuk KK sang nenek di Tangerang karena perceraian. Namun permintaan hak asuh muncul terlalu mepet, membuatnya tak sempat bertindak.
Di sisi lain, komunikasi antara pendaftar dan panitia sekolah disebut seperti “cinta bertepuk sebelah tangan.” Tidak ada fasilitas chat, tak ada jalur komunikasi langsung yang responsif, bahkan layanan pengaduan pun terkesan formalitas belaka.
“Layanan memang ada, tapi siapa yang angkat telepon jam 12 malam?” celetuk salah satu cawarid yang enggan disebutkan namanya.
Tak kalah bikin kepala pening, muncul pula keluhan dari cawarid lain soal dugaan manipulasi data jarak domisili.
AR, salah satu orang tua, mempertanyakan mengapa rumahnya di Bekasi Jaya yang masih satu kecamatan dengan sekolah dinyatakan berada 800 meter dari SMAN 1 Bekasi. Padahal, katanya, ada nama lain dari Harapan Baru, Bekasi Utara yang terdata hanya 350 meter dari sekolah.
“Jangan-jangan rumah saya digeser sistem ke luar kota?” gurau AR.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Panitia SPMB SMAN 1 Bekasi, Sukiman, menegaskan sistem bekerja secara otomatis berdasarkan alamat yang dimasukkan pendaftar. “Verifikator tidak bisa utak-atik. Sistem tidak bisa dibohongi,” ujarnya, Rabu (18/6/2025).
Namun ia berjanji akan melakukan pengecekan lanjutan. “Kalau ada yang tidak sesuai titik koordinat, akan kita kembalikan. Tapi secara prinsip, 100 persen tidak bisa dimanipulasi,” tandasnya.
Sebagai catatan, jalur domisili ini merupakan ‘evolusi’ dari sistem zonasi. Berdasarkan Permendikdasmen No. 3 Tahun 2023, jalur ini mengutamakan wilayah administratif, bukan hanya jarak dalam kilometer. Kuotanya minimal 30 persen dari daya tampung sekolah.
Sayangnya, perbedaan persepsi antara sistem dan logika masyarakat kadang bikin jalur ini terasa seperti labirin yang tak berujung.
Kesimpulan? Sistem digital tak selamanya lebih mudah, apalagi jika komunikasinya timpang dan waktunya mepet. SPMB bukan lagi sekadar seleksi masuk sekolah, tapi kini sudah naik level jadi kompetisi cerdas antar wali murid yang siap berjibaku dengan algoritma dan notifikasi tengah malam. ***