TANGGAMUS – Di sudut rumah sederhana di Pekon Sinar Banten, Kecamatan Talangpadang, Tanggamus, seorang anak perempuan bernama Risma binti Safei (10) tengah berjuang melawan penyakit langka yang menggerogoti tubuh mungilnya.
Risma, siswi kelas IV SD Al-Khairiyah, tak lagi mampu bermain seperti teman-temannya. Tubuhnya kian lemah, tulang punggungnya membungkuk, dan sebuah benjolan di punggungnya menjadi pertanda ada yang tidak beres dalam tubuhnya.
Dugaan sementara, Risma mengidap penyakit yang masuk kategori ICD 10 C41, yakni kemungkinan keganasan tulang belakang, TB tulang, atau tumor intratorakal.
Kondisinya memburuk sejak sebuah insiden kecil saat ia jatuh ketika hendak mengambil air wudhu. Sejak saat itu, Risma terus merasakan sakit, dan tak lagi bisa berdiri tegak.
Keluarga Risma hidup dalam keterbatasan. Ayahnya, Safei, bekerja sebagai buruh bengkel dengan penghasilan pas-pasan. BPJS kesehatan mereka tidak aktif, sementara biaya pengobatan kian tak terjangkau.
Mereka sempat membawa Risma untuk rontgen, tapi itu pun hanya sekali tanpa pengobatan lanjutan. Bantuan dari pemerintah desa pun belum datang.
Namun, harapan baru hadir. Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) Tanggamus, Riki Renaldo, datang langsung mengunjungi Risma pada Kamis, 12 Juni 2025. Kedatangan Riki membawa haru bagi keluarga kecil itu.
“Terima kasih, Pak Riki. Bantuan ini sangat berarti. Kami tidak punya siapa-siapa. Ini seperti cahaya datang di tengah gelap,” tutur Safei dengan suara lirih, sambil menggenggam tangan putrinya yang terbaring lemah.
Riki membawa bantuan berupa kebutuhan pokok, perlengkapan tidur, susu nutrisi, hingga sebuah boneka kecil berwarna cerah untuk menyemangati gadis lemah yang sedang berjuang melawan penyakit. Namun, lebih dari sekadar bantuan materi, Riki menyampaikan komitmennya untuk mengawal pengobatan Risma hingga tuntas.
“Ini bukan sekadar aksi sosial, ini panggilan hati. Kami di STEBI Tanggamus ingin menjadi bagian dari harapan Risma. Kami sudah berkoordinasi dengan puskesmas, Dinas Sosial, dan pihak terkait lainnya untuk penanganan lebih lanjut,” ujar Riki, tak mampu menyembunyikan getar suaranya.
Tangis haru mengiringi pertemuan itu. Meski tubuhnya lemah, semangat gadis mungil itu tetap menyala. Kehadiran orang-orang baik menjadi cahaya yang menuntunnya keluar dari lorong gelap penderitaan.
Di tengah keterbatasan, kepedulian dan solidaritas menjadi pelita. Kisah Risma mengingatkan bahwa masih ada harapan, masih ada tangan-tangan yang sudi mengangkat beban, dan masih ada cinta yang tumbuh di tanah yang sederhana. ***