Ketika Sukarno berkuasa, Sukarno menjadikan Sosialisme sebagai arah pembangunan.
Sukarno membatasi non pribumi masuk berbisnis ke desa-desa untuk memperkuat ekonomi pribumi.
Atau dalam bahasa Mahathir Mohamad di Malaysia sebagai affirmative policy, ketika dia mencontoh cara Sukarno membagi “kue ekonomi” nasional.
Sukarno juga membangun pengusaha pribumi dalam tataran nasional, seperti TD. Pardede, Das’ad, Hasjim Ning, Muhammad Gobel, Hadji Kalla, Ahmad Bakrie, Soedarpo, dan lain sebagainya, dalam kebijakan Program Benteng.
Kebijakan Bung Karno ini untuk mengkoreksi dominasi Belanda, Eropa dan Tionghoa selama ratusan tahun mendominasi perdagangan di nusantara.
Selain itu, tentu saja Bung Karno ingin menjadikan Bangsa Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri, bukan bangsa budak.
Cita-cita Bung Karno untuk memerdekakan Indonesia, merdeka tanah airnya dan merdeka bangsanya merupakan isi pledoi Bung Karno di Laanrad, pengadilan kolonial di Bandung. Bung Karno meminta “Zelf Bestuur”, meminta Indonesia mengurus sendiri bangsanya.