TANGGAMUS – Malam itu, angin berhembus tenang di sebuah pekon di Kecamatan Pugung. Jalanan mulai lengang, dan sebagian besar rumah sudah menutup pintunya.
Namun, di balik kesunyian itu, sebuah tragedi terjadi yang akan mengubah hidup seorang gadis kecil berusia 13 tahun, sebut saja Bunga, untuk selamanya.
Bunga tak pernah menyangka bahwa malam itu akan menjadi mimpi buruk yang menghancurkan kepolosannya. Ia sedang menginap di rumah temannya, seperti anak-anak lain seusianya yang hanya ingin bermain dan menikmati waktu.
Sekitar pukul 20.00 WIB, seseorang datang menjemputnya, seorang pria berusia 35 tahun inisial YE, petani asal Kecamatan Limau, yang masih memiliki hubungan keluarga dengannya.
Dengan dalih orang tuanya mencarinya, YE berhasil membujuk Bunga untuk ikut. “Karena pelaku masih kerabat, korban tidak menaruh curiga,” ungkap Kasat Reskrim Polres Tanggamus, AKP Khairul Yasin Ariga, S.Kom., M.H., Sabtu (31/5).
Namun, bukan rumah yang menjadi tujuan mereka. YE membawa Bunga ke sebuah rumah kosong di tengah pekon, tempat di mana suara tangis tak terdengar dan jeritan hanya bergema dalam kesunyian. Di sanalah perbuatan bejat itu dilakukan. Ancaman pun menyusul, jika Bunga berani bercerita, nyawanya bisa menjadi taruhan.
Keesokan harinya, trauma dan rasa sakit membawa Bunga ke Rumah Sakit Umum Batin Mangunang. Orang tuanya, yang dihantui ketidakpercayaan dan kemarahan, segera melapor ke polisi pada 17 Mei 2025.
Tangis Keadilan yang Dijawab
Tim Tekab 308 Presisi Polres Tanggamus tak tinggal diam. Setelah melakukan penyelidikan, tersangka YE ditangkap tanpa perlawanan pada 30 Mei 2025 pukul 19.30 WIB di Kecamatan Pugung. Ia mengakui semua perbuatannya.
“Saya merencanakan semuanya. Saya tahu dia menginap dan berpura-pura disuruh oleh orang tuanya, yang juga paman saya,” ucap YE di hadapan penyidik. Ia juga mengaku telah lama menduda dan tak mampu menahan syahwat.
Kini, YE mendekam di balik jeruji besi. Ia dijerat Pasal 76D jo Pasal 81 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016. Ancaman hukumannya tidak main-main: maksimal 15 tahun penjara.
Pihak Berwajib Tegas, Masyarakat Diimbau Peduli
“Kami tidak akan memberi ruang bagi pelaku kejahatan seksual. Proses hukum akan kami jalankan secara tegas dan profesional,” tegas AKP Khairul Yasin, mewakili Kapolres Tanggamus, AKBP Rahmad Sujatmiko, S.I.K., M.H.
Lebih dari sekadar menangkap pelaku, Polres Tanggamus berharap kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama keluarga dan masyarakat, untuk lebih peka dan berani melapor ketika melihat tanda-tanda kekerasan seksual.
Barang bukti berupa pakaian yang dikenakan korban malam itu, sehelai kaos cokelat dan celana jeans hitam, menjadi saksi bisu dari peristiwa memilukan tersebut.
Luka yang Tak Terlihat
Meski pelaku telah ditangkap, luka yang ditinggalkan tidak akan sembuh dalam semalam. Trauma yang dialami Bunga jauh melampaui rasa sakit fisik. Ia kehilangan rasa aman, kehilangan kepercayaan, kehilangan sebagian dari masa kecilnya.
Di tengah upaya hukum yang terus berjalan, satu harapan masih menyala, agar Bunga mendapat pendampingan psikologis, perlindungan yang layak, dan kesempatan untuk tumbuh kembali dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih.
Sebab keadilan tidak hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga menyembuhkan korban.***