KOTA BEKASI – Perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Kota Bekasi tahun ini agak berbeda. Bukan hanya lomba makan kerupuk atau joget massal di alun-alun, melainkan sebuah upacara tabur bunga di lokasi bersejarah Tragedi Sasak Kapuk, Bekasi Utara, Minggu (17/8/2025).
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, turun langsung memimpin seremoni bersama jajaran TNI, Polri, DPRD, hingga pejabat Forkopimda. Bedanya dengan acara serupa di Taman Makam Pahlawan, tabur bunga kali ini dilakukan di sebuah titik yang selama puluhan tahun hanya dikenal dalam buku sejarah lokal, nyaris tak disentuh, apalagi dipoles jadi tempat wisata.
Sekilas tentang Tragedi Sasak Kapuk
Peristiwa ini terjadi pada 29 November 1945, kala rakyat Bekasi yang dipimpin KH Noer Ali bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menghadang Sekutu yang ingin menembus Bekasi. Awalnya, laskar rakyat menang tipis. Tapi pada 13 Desember 1945, Sekutu kembali dengan senjata berat dan peralatan canggih hasilnya, Bekasi jadi lautan api.
Ironisnya, kisah heroik ini kerap kalah pamor dibanding tragedi besar lain seperti Bandung Lautan Api atau Surabaya 10 November. Padahal, Bekasi pun punya kisah serupa hanya saja, dokumentasi sejarahnya lebih sering berdebu ketimbang diperingati.
Momentum 80 Tahun, Baru Teringat Bangun Monumen
Dalam sambutannya, Wali Kota Tri Adhianto mengaku tabur bunga ini adalah refleksi bagi masyarakat Bekasi.
“Kita hadir di sini untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan. Bekasi punya sejarah panjang perjuangan, dan ini harus selalu kita wariskan kepada generasi muda,” ujarnya penuh semangat.
Lalu datang pengumuman penting Pemerintah Kota Bekasi akan membangun monumen perjuangan di Sasak Kapuk.
Satirnya, butuh 80 tahun hampir seabad baru terpikir untuk membuat penanda sejarah permanen. Selama ini, generasi muda Bekasi lebih hafal nama mall dan flyover ketimbang titik bersejarah perjuangan kotanya sendiri.
“Monumen ini akan jadi simbol penghormatan, bukti bahwa perjuangan para pahlawan Bekasi tidak pernah dilupakan,” tegas Tri Adhianto.
Dari Tabur Bunga ke Tabur Kesadaran
Jika terealisasi, monumen Sasak Kapuk bukan sekadar tumpukan batu prasasti, melainkan peringatan nyata bahwa Bekasi pun punya darah juang. Bukan hanya macet, banjir, dan meme “planet lain.”
Tugas berikutnya jelas, generasi muda harus lebih sering napak tilas sejarah, bukan sekadar napak tilas kafe hits di sosial media.
Upacara tabur bunga kemarin berlangsung khidmat, meski beberapa warga sekitar tampak baru sadar. “Oh, ternyata di sini ada sejarah perang, ya?”
Dengan monumen yang dijanjikan, semoga tragedi Sasak Kapuk benar-benar naik kelas, dari catatan kaki sejarah lokal, menjadi tugu yang bisa memaksa warga Bekasi berhenti sejenak bukan hanya karena lampu merah, tapi karena hormat pada sejarahnya sendiri. ***