SERANG — Upaya menanamkan kesadaran lingkungan dan nilai sejarah sejak usia dini dilakukan Yayasan Al Madina Abdi Nusantara bersama Yayasan Adam Hawa Siliwangi melalui kegiatan penanaman pohon Samida di lingkungan SD Al Madina Inklusif Berkarakter, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (18/12/2025).
Penanaman pohon Samida ini tidak sekadar kegiatan simbolik, tetapi juga menjadi sarana edukasi lingkungan dan sejarah bagi para siswa. Samida dikenal sebagai pohon bernilai ekologis tinggi sekaligus simbol peradaban Sunda yang erat kaitannya dengan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Ketua Yayasan Adam Hawa Siliwangi, Maman akrab disapa Kang Abel menegaskan bahwa hubungan manusia dan alam bersifat timbal balik dan saling membutuhkan. Pohon Simida kedepan akan jadi ikon SD Al Madina Inklusif Bakarakter.
“Manusia membutuhkan alam untuk keberlangsungan hidupnya, dan alam membutuhkan manusia sebagai penjaga. Jika alam dirusak, maka manusia akan menuai dampaknya,” ujar Kang Abel.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan pohon sangat penting dalam menjaga siklus air. Akar pohon berfungsi menyimpan air saat musim hujan dan melepaskannya kembali saat kemarau melalui jalur-jalur alami.
“Air tidak muncul begitu saja. Ia disimpan oleh akar-akar pohon di tempat yang lebih tinggi, lalu dialirkan kembali sebagai mata air. Inilah sebabnya menjaga pohon berarti menjaga kehidupan,” jelasnya.
Samida: Pohon, Sejarah, dan Ekologi
Selain memiliki nilai ekologis, pohon Samida juga memiliki nilai historis dan budaya yang kuat. Peneliti etnobotani dari Pusat Penelitian Biologi LIPI mencatat bahwa Samida merupakan hutan buatan yang didirikan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) pada abad ke-14 sebagai bagian dari sistem pelestarian lingkungan Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Keberadaan Samida tercatat dalam Prasasti Batutulis yang didirikan oleh Surawisesa, putra Prabu Siliwangi. Dalam prasasti tersebut disebutkan bahwa Sri Baduga membuat gugunungan, balai, Samida, dan Sang Hyang Talaga Rena Mahawijaya.
Sejumlah sumber sejarah menyebutkan, Samida merupakan kawasan hutan khusus yang kayunya digunakan untuk keperluan ritual, sekaligus berfungsi sebagai kawasan konservasi dan tempat pemeliharaan benih-benih kayu langka. Bahkan, Kebun Raya Bogor diduga berasal dari kawasan Hutan Samida yang telah ada sejak era Kerajaan Pajajaran.
Dalam catatan bahasa Kawi dan Sansekerta, istilah samiddha, samidh, atau samit merujuk pada kayu bakar, yang menegaskan bahwa Samida adalah hutan buatan dengan fungsi ekologis dan ritual pada masanya.
Pendidikan Lingkungan Berbasis Budaya
Melalui kegiatan ini, para siswa SD Al Madina tidak hanya diajak menanam pohon, tetapi juga diperkenalkan pada sejarah Sunda dan nilai-nilai kearifan lokal dalam menjaga alam. Penanaman Samida menjadi media pembelajaran kontekstual yang menghubungkan pendidikan lingkungan, budaya, dan sejarah.
“Kami ingin anak-anak mengenal lingkungan bukan hanya secara teori, tetapi juga memahami akar budayanya. Ini bagian dari membangun karakter,” ujar perwakilan Yayasan Al Madina Abdi Nusantara.
Kang Abel menambahkan, pelestarian Samida merupakan tanggung jawab generasi masa kini sebagai penerus nilai-nilai luhur karuhun Sunda.
“Sebagai putu buyut seuweu siwi Siliwangi, kita punya kewajiban menjaga alam, tradisi, dan sejarah. Jangan sampai generasi berikutnya kehilangan jati diri dan makna budayanya,” tegasnya.
Kegiatan penanaman pohon Samida ini diharapkan menjadi langkah kecil namun berkelanjutan dalam membangun kesadaran ekologis dan kecintaan terhadap sejarah lokal di lingkungan pendidikan dasar.***












