TANGGAMUS – Aksi unjuk rasa kembali menggema di halaman Kantor Pemkab Tanggamus. Kali ini giliran Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Tanggamus menggelar demo yang tidak biasa, dengan membawa “nasi bungkus anggaran“, poster bertuliskan “Sekda Lama, Masalah Baru“, hingga iring-iringan bertema “pesta pandemi”, pada Kamis 31 Juli 2025.
Aksi demo itu semua diarahkan ke satu nama, yakni Ir. Suaidi, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) yang telah menjadi sorotan setelah mengetahui salinan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang memuat dugaan penyimpangan anggaran saat Suaidi masih menjabat Kepala BPKAD.
GPN tidak sedang bermain-main. Mereka menyuarakan apa yang publik Tanggamus bisikkan selama ini, kenapa jabatan strategis justru diisi oleh figur dengan “jejak buram” saat memegang uang rakyat?
Sebagai mantan Kepala BPKAD, Suaidi tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang memuat kejanggalan anggaran bernilai miliaran rupiah dari honorarium hingga kegiatan koordinasi “daring” selama pandemi.
Dari dokumen tersebut, terselip angka-angka yang membuat dahi berkerut, honorarium hingga Rp540 juta, dana bendahara Rp841 juta lebih, dan kegiatan konsultasi yang entah dikonsultasikan dengan siapa, karena terjadi saat dunia disibukkan dengan Zoom Meeting akibat pandemi.
Tapi entah kenapa, anggarannya tetap menggelembung hingga Rp559 juta di 2020 dan melonjak ke Rp1,1 miliar di 2021.
“Pandemi bagi rakyat adalah soal bertahan hidup, tapi bagi elite birokrasi, rupanya adalah soal berani hidup mewah secara daring,” sindir salah satu orator GPN di tengah kerumunan massa.
Tahun 2020 dan 2021 disebut sebagai “masa kelam” oleh GPN. Sementara rakyat bertahan dengan sembako dan masker kain, anggaran daerah justru mengalir lancar untuk kegiatan pejabat yang sebagian bahkan diragukan eksistensinya.
“Kalau benar daring, lalu dana miliaran rupiah itu lari ke mana? Zoom berbayar paket surga?” tanya GPN dalam selebaran mereka.
GPN menegaskan, pengangkatan Suaidi adalah bentuk amnesia institusional. Jabatan Sekda seharusnya menjadi etalase profesionalisme, bukan tempat parkir bagi birokrat dengan “bagasi masa lalu”.
“Pak Bupati, ini bukan sekadar salah pilih, ini salah arah. Tanggamus butuh Sekda, bukan sandiwara,” tegas koordinator aksi.
Mereka mendesak evaluasi menyeluruh terhadap pengangkatan Sekda, dengan melibatkan tim independen, bukan panitia “asal patuh“.
Aksi ini bukan kali pertama, dan tampaknya tidak akan jadi yang terakhir. GPN mengancam akan terus turun ke jalan jika keresahan rakyat terus diabaikan.
“Kami hanya rakyat kecil. Tapi suara kecil jika terus-menerus dibungkam, bisa jadi badai,” kecam orator. ***