JAKARTA – Wacana program Tax Amnesty Jilid III resmi diparkir. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menutup pintu bagi ide “pengampunan massal pajak” yang selama ini jadi jurus instan pemerintah menambal kas negara.
Alasan Purbaya sederhana tapi menohok: “Kalau amnesti diulang-ulang, kapan pajak kita dipercaya?”
Menurutnya, kalau setiap beberapa tahun ada amnesti, publik malah dapat pesan sinis: “Lariin duit aja dulu, toh nanti ada amnesti lagi.” Alias, pemerintah sendiri yang secara tidak langsung ngajarin kucing maling ikan.
“Kalau amnesty berkali-kali, ya gimana kredibilitasnya? Itu sinyal ke wajib pajak bahwa boleh melanggar, toh nanti ada amnesty lagi,” ujar Purbaya, Jumat (19/9/2025).
Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, mengaku program tax amnesty memang sejauh ini belum efektif bikin orang rajin bayar pajak.
Menurutnya, pemerintah perlu strategi lebih cerdas ketimbang sekadar bagi-bagi “maaf nasional” tiap kali penerimaan seret.
“Selama ini tax amnesty tidak berhasil meningkatkan kepatuhan. Yang dibutuhkan adalah pelayanan pajak yang gampang, transparan, digital, dan manusiawi,” kata Sarman, Minggu (21/9/2025).
Ia mencontohkan sistem Coretax yang sudah lebih ramah bagi pengusaha. Kalau ditambah komunikasi dan sosialisasi yang intens, kata Sarman, pengusaha bisa lebih ikhlas setor pajak tanpa harus disuguhi “program pengampunan dosa berjamaah.”
Nada lebih sinis keluar dari Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam. Menurutnya, masalah utamanya bukan pada tax amnesty atau tidak, melainkan pajak di Indonesia bikin orang merasa kayak pesakitan.
“Yang penting itu bangun environment dimana orang senang bayar pajak karena merasa dihargai. Sekarang? Kita kayak tersangka yang ditarget tiap tahun,” sindir Bob.
Ia bahkan membandingkan dengan negara lain: banyak warga di luar negeri malah dapat pengembalian pajak otomatis tanpa perlu klaim kejutan manis yang bikin warganya senyum. “Di kita? Jangan harap,” tambahnya.
Kalau ditarik ke belakang, program Tax Amnesty Jilid I dan II sebetulnya sudah jadi “jalan tol” buat pengemplang pajak agar bisa cuci dosa dengan biaya murah.
Tapi, alih-alih bikin orang taat, yang muncul justru pola pikir ala: “Udahlah ngemplang dulu, toh tiga tahun lagi ada amnesti lagi.”
Kini, Menkeu Purbaya seolah bilang cukup: jangan lagi jual “diskon dosa pajak.” Pengusaha pun setuju. Intinya: kalau negara serius bikin sistem pajak yang adil, transparan, dan ramah, siapa juga yang males bayar?
Dan kalau masih ada pejabat yang kangen program amnesti, mungkin lebih baik bikin versi baru, Penghapusan PPN untuk beli kopi sachet dan mie instan.” Kan lebih terasa manfaatnya.***