LAMPUNG — Kasus korupsi Bendungan Margatiga akhirnya sampai pada klimaks: Ilhamudin (45), yang dulunya mungkin dikenal sebagai “tukang tanam pohon dadakan”, kini resmi dihukum 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Selasa (5/8/2025).
Ketua majelis hakim Enan Sugiarto dengan penuh gaya membacakan vonis yang hanya sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa 8,5 tahun. Ilhamudin memperoleh diskon akhir persidangan.
Ilhamudin dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena ikut-ikutan merugikan negara, bukan cuma iseng tanam pohon.
Selain kurungan badan, Ilhamudin diwajibkan membayar denda Rp400 juta. Jika tak bayar Bonus 6 bulan di hotel prodeo. Masih ada juga uang pengganti Rp1,2 miliar. Bila tidak sanggup bayar? Hartanya disita. Kalau tak ada harta? Nambah 3 tahun lagi.
Pertimbangan hakim juga cukup klasik, memberatkan karena dia merugikan negara dan tidak patuh hukum. Meringankan karena “bersikap sopan selama persidangan”. Kalau sopan bisa ngurangin hukuman, kenapa nggak sekalian bawa bunga untuk majelis?.
Diketahui dalam proyek Bendungan Margatiga yang harusnya jadi solusi irigasi, Ilhamudin malah jadi tukang sabet dana dengan cara titip tanam tumbuh.
Caranya? Dia dan timnya menebang pohon, lalu memindahkannya ke lahan lain yang bakal diganti rugi. Jadi seolah-olah pohon itu hasil kerja keras petani lokal. Padahal? Hanya bisnis pepohonan temporer.
Dengan markup harga tanaman via blangko sanggah, ia meraup keuntungan 80% dari nilai ganti rugi. Sisanya 20% biar pemilik lahan bisa beli teh botol buat ngelap air mata.
Sebelum ditangkap, Ilhamudin sempat menghilang seperti anggaran desa. Lebih dari setahun jadi buronan, akhirnya diciduk juga oleh Ditreskrimsus Polda Lampung. Polisi bahkan menemukan Rp130 juta tunai yang diduga hasil dari bisnis ‘perkebunan fiktif’ tersebut.
Pengacara Ilhamudin, Tarmizi, menyatakan akan banding karena merasa putusan ini “belum memenuhi rasa keadilan.” Barangkali maksudnya, belum cukup ringan.
Mungkin mereka berharap hukuman cukup dengan menghapus tanaman dari Google Maps.
Jaksa Rudi Fernanda mengatakan masih pikir-pikir. Bisa jadi sedang menghitung berapa banyak pohon lagi yang harus ditanam untuk menutupi kerugian negara.***