Hukum & KriminalLampung

Terlibat Kasus Mafia Tanah, Tiga Oknum BPN Bandar Lampung Segera Disidang

×

Terlibat Kasus Mafia Tanah, Tiga Oknum BPN Bandar Lampung Segera Disidang

Sebarkan artikel ini
Para pelaku saat sedang menjalani rekonstruksi. Dok Lampost

WAWAINEW – Tiga orang sindikat mafia tanah segera disidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang. Sidang perdana akan digelar pada Senin, 11 April 2022 mendatang.

Tiga orang tersebut yakni Aditya Novantri (34), Koordinator Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) BPN Bandar Lampung, Jalis Damawi (37), dan Ujang Supriyadi (41).

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Tiga orang sindikat mafia tanah tersebut merupakan tenaga honorer di Bidang Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandar Lampung.

Humas PN Tanjung Karang, Hendri Irawan membenarkan adanya pendaftaran berkas perkara tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung, Elis Mustika.

BACA JUGA :  Penyiraman Air Keras ke Wartawan, Polisi Sudah Tangkap Lima Pelaku Termasuk Eksekutor

“Ketua Majelis Hakim-nya, Bapak Efiyanto,” ujar Hendri, seperti dikutip Wawai News dari Lampost, Jumat, 1 April 2022.

Menurut dia, ketiga terdakwa diancam Pasal 263 subsider Pasal 26 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 KUHP.

“Jadwalnya tercantum di Sistem Informasi Penulusuran Perkara (SIPP),” katanya.

Dari pemeriksaan polisi, modus ketiga pelaku, yakni Ujang, membeli dua bidang tanah dengan harga Rp150 juta berbentuk aset pengalihan piutang berupa dua lembar akta jual beli terletak di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.

Setelah itu, Ujang mengubah akta tersebut dari AJB menjadi sertifikat hak milik (SHM) dengan meminta bantuan Aditya Novantri.

Ujang dan Aditya lantas menemui Jalis Damawi guna meminta dibuatkan SHM dengan cara cepat lewat jalur PTSL. Jalis meminta biaya Rp50 juta.

BACA JUGA :  Satu Remaja Pelaku Begal di Jatiasih dan Bantargebang Diringkus Polisi

Jalis pun menyarankan Ujang membuat alamat sembarang di Jalan Campang Jaya, Sukabumi. Kemudian kwitansi pembelian pengalihan piutang dari Rp150 juta diubah menjadi Rp833 juta.

Pengubahan itu dilakukan agar seolah-olah tanah AJB diubah SHM membuat nilai harganya menjadi tinggi. (*)