Namun, bukannya mencari jalan keluar, justru warga disodori surat kuasa untuk ditandatangani tanpa penjelasan dan negosiasi sebelumnya atas penebangan tanaman produktif di lahan milik warga.
“Saya menolak tanda tangan. Ini tanah bersertifikat, bukan tanah bebas!” tegas warga yang kini harus melihat empat tiang PLN di kebunnya dan satu gardu berdiri di depan rumah tanpa persetujuan, pada Rabu 23 April 2025.
Warga pun mengaku hanya diberi informasi sepihak soal penebangan tanaman tumbuh. Tak ada negosiasi. Tak ada kesepakatan. Tapi penebangan tetap jalan.
“Belum ada mufakat, sudah ditebang saja. Parah!” ujarnya geram.
Lebih tragis lagi, biaya pemasangan KWh melonjak liar, dipatok Rp3 juta per rumah, padahal harga resmi menurut teknisi tak sampai separuhnya.
“Yang disetor ke PLN cuma sekitar 968 ribu ditambah biaya SLO, materai, paling sekitar 1,4 juta sampai 1,6 juta, sisanya entah ke mana,” ujar salah satu teknisi yang enggan disebut namanya.
Sementara Camat Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Nauval justru memilih sikap aman, bungkam, tak tahu-menahu, dan lempar bola ke pihak PLN.
“Justru baru tahu informasinya. Terima kasih informasinya. Sejauh ini yang kami tahu pengerjaan dilakukan oleh pihak PLN sendiri. Nanti saya konfirmasi dulu ke pihak PLN dan Pekon,” ujar Camat melalui pesan WhatsApp tanpa memberikan kepastian langkah tegas, pada Kamis 24/4/2025 malam.
Selain itu, Camat juga justru menanggapi ringan dengan mempersilahkan agar warga membuat laporan ke aparat penegak hukum (APH) jika ada bukti.
“Silakan saja kalau memang ada bukti-bukti bahwa masyarakat merasa dirugikan. Saya belum tahu, dan akan saya tanyakan kebenaran berita itu,” ujarnya tanpa empati terhadap keluhan warga.
Alih-alih segera turun ke lapangan, sang Camat malah menyarankan, untuk konfirmasi ke pihak PLN. “Coba konfirmasi dulu ke pihak PLN” tandasnya.
Pihak PLN pun tak memberikan kejelasan. Dihubungi wartawan, hanya diarahkan untuk datang langsung ke kantor. Tak ada klarifikasi, tak ada tanggung jawab.
“Untuk lebih jelas mungkin bisa ke kantor saja pak” jawab salah satu petugas PLN Kota Agung saat dikonfirmasi, pada Jumat 25 April 2025 lalu.
Kasus ini menyoroti potensi konflik antara proyek pembangunan infrastruktur dengan hak kepemilikan lahan warga. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari para terlapor maupun aparat desa setempat.***













