BANDAR LAMPUNG — Kawasan Labuhan Ratu, Bandar Lampung mendadak gempar pada Kamis dini hari (19/6/2025), saat seorang mahasiswi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berinisial SL (20) ditemukan dalam kondisi sekarat di kamar kosnya.
Mahasiswi asal Kabupaten Way Kanan itu akhirnya dinyatakan meninggal dunia tak lama setelah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan bantuan medis.
Awalnya, SL diduga meninggal akibat praktik aborsi mandiri yang gagal. Namun hasil penyelidikan polisi mengungkap fakta mengejutkan, korban meninggal karena melahirkan sendiri tanpa bantuan medis di kamar kosnya.
“Korban melahirkan sendiri, tanpa ada yang tahu. Ia kehabisan darah, sempat dibawa ke klinik Kosasih namun tak ada perawat. Lalu dilarikan ke RS Bhayangkara, tapi nyawanya tidak tertolong,” ungkap Kapolsek Kedaton AKP Budi Harto, Sabtu (21/6/2025).
AKP Budi menyatakan bahwa usia kehamilan korban sudah cukup bulan 9 bulan dan yang dilahirkannya adalah seorang bayi, bukan lagi janin.
“Di lokasi kejadian, tim kami menemukan barang bukti berupa kain, alas kasur berlumuran darah, air ketuban, dan sebuah gunting,” jelasnya.
Lebih memilukan lagi, tak seorang pun dari lingkungan sekitar—termasuk teman kos, pacar, hingga orang tua yang mengetahui kondisi kandungan korban.
“Korban memilih menyembunyikan semuanya. Bahkan orang tua dari teman prianya tidak tahu menahu. Ia menjalani proses persalinan sendiri, dan itu berujung tragis,” ujar Budi.
Pacar Jadi Tersangka
Dalam penyelidikan lanjutan, polisi menetapkan Ferdi Dwisaputra Sarbayu, pacar korban, sebagai tersangka. Ia diduga turut bertanggung jawab atas peristiwa ini dan kini telah ditahan di Mapolsek Kedaton.
Kasus ini menyita perhatian publik dan menyoroti kompleksitas persoalan kesehatan reproduksi, tekanan sosial, dan kesunyian yang dialami perempuan muda di tengah pergulatan identitas dan tanggung jawab.
SL datang ke Bandar Lampung, seperti ribuan mahasiswa lainnya, dengan harapan sederhana: kuliah, sukses, dan mungki, jatuh cinta. Tapi kehidupan tak selalu memberi akhir yang indah.
Ia menjalani kehamilan sendirian, memendam semuanya dalam diam, lalu menutup kisahnya dengan jeritan sunyi yang tak sempat diartikan siapa pun.
“Kadang hidup tak memberimu pilihan mudah. Tapi mati dalam diam, setelah melahirkan sendiri di kos sempit itu terlalu pahit bahkan untuk duka,” bisik seorang warga setempat saat melayat.
“Dugaan awal, korban melakukan upaya aborsi sendiri. Tapi kami belum menemukan janin atau sisa-sisa hasil aborsi di lokasi,” kata Kombes Alfret.
SL tak meninggalkan surat, hanya noda darah dan kesunyian yang membekas di lantai kamar kosnya. Dan seperti kisah kelam yang sering kita abaikan, semuanya terungkap bukan dari pengakuan, tapi dari jeritan jeritan terakhir yang didengar pemilik kos, Purwadi.
Teriakan dari Lantai Atas
Purwadi, pria paruh baya yang selama ini hanya berurusan dengan kebersihan, tagihan listrik, dan mahasiswa yang lupa bayar kos, mendadak harus berhadapan dengan tragedi.
“Awalnya kayak ada yang nelpon dari atas, tapi suaranya enggak jelas. Teriak-teriak, ada suara nangis juga. Saya sama istri langsung lari ke atas,” tutur Purwadi sambil duduk di ruang tamunya yang kini sering didatangi wartawan ketimbang penyewa.
Namun saat tiba, ia hanya mendapati dua teman korban. SL sudah dibawa ke rumah sakit oleh seorang pria yang diduga pacarnya. Pria yang entah siapa namanya, tapi tampaknya cukup penting hingga muncul saat akhir, meski mungkin absen di awal.
SL bukan hanya nama dalam laporan polisi. Ia adalah representasi dari banyak perempuan muda yang bergulat sendiri dalam senyap, takut, malu, bingung, tak tahu harus ke mana.
Dalam kasus ini, bukan hanya nyawa yang hilang, tapi juga suara-suara yang seharusnya didengar sebelum semuanya terlambat.
Kini polisi tengah menyelidiki keberadaan janin, serta meminta keterangan saksi-saksi yang ada.***