Scroll untuk baca artikel
PendidikanZona Bekasi

Tri Adhianto Ultimatum Sekolah: Stop Jualan Buku, Dana BOS Bukan Pajak Orang Tua!

×

Tri Adhianto Ultimatum Sekolah: Stop Jualan Buku, Dana BOS Bukan Pajak Orang Tua!

Sebarkan artikel ini
Tri Adhianto Wali Kota Bekasi
Tri Adhianto Wali Kota Bekasi

KOTA BEKASI — Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, tampaknya sedang gerah melihat sekolah berubah fungsi menjadi “koperasi terselubung”. Dalam amanat apel pagi di Plaza Pemkot Bekasi, Senin (21/7/2025), ia menegaskan bahwa sekolah-sekolah negeri di Kota Bekasi dilarang jualan buku pelajaran kepada siswa.

Sebab, buku-buku tersebut sudah dibayarin negara lewat Dana BOS, bukan dari kantong orang tua yang makin tipis.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Saya ulangi, Dana BOS itu untuk beli buku, bukan untuk disimpan di brankas atau buat beli kipas ruangan guru!” seru Tri dengan intonasi seperti orang tua habis lihat tagihan les anak.

BACA JUGA :  Wawali Bekasi: Guru Adalah Pilar Peradaban, Kunci Indonesia Emas

Tri menyebut pihak Inspektorat Kota Bekasi sudah dikirim ke beberapa sekolah sebagai langkah pencegahan, alias operasi senyap sebelum OTT beneran.

Ia meminta semua kepala sekolah dan guru tak bermain-main dengan dana pendidikan yang seharusnya meringankan, bukan membebani rakyat.

Tak hanya buku, praktik “jualan seragam” yang sering jadi ladang bisnis tahunan sekolah juga ikut disorot. Menurut Tri, seragam sekolah boleh dijual, tapi tidak boleh jadi ajang ‘jualan paket lengkap plus bonus bros’.

Seragam nasional seperti putih merah bisa dibeli di luar sekolah. Tapi untuk seragam batik dan olahraga boleh dijual di sekolah asal tidak pakai embel-embel “wajib” dan markup-nya tidak bikin pingsan.

BACA JUGA :  Areal Pemakaman Covid-19 di Bekasi Hampir Habis

“Silakan menjual, tapi harus ada pertanggungjawaban. Jangan sampai jadi kayak bisnis waralaba yang untungnya gede tapi nggak lapor ke siapa-siapa,” sindir Tri sambil tersenyum tipis.

Sorotan selanjutnya jatuh ke iuran korlas yang seringkali dikemas sebagai urunan “demi kenyamanan kelas”, tapi berakhir untuk beli dispenser, gorden mewah, bahkan untuk ngasih uang lelah petugas kebersihan.

“Iuran itu buat anak-anak. Jangan disulap jadi bonus lebaran buat tenaga teknis. Kita harus profesional! Kalau mau sejahtera, ajukan lewat sistem, bukan lewat ‘jatah kelas’,” tegasnya.

Tri Adhianto menutup orasinya dengan pesan yang nyaris terdengar seperti kalimat iklan layanan masyarakat “Sekolah itu tempat belajar, bukan swalayan.”tegasnya.

Ia pun berjanji akan terus memperketat pengawasan di lapangan. Tidak hanya demi transparansi, tapi agar orang tua bisa fokus membayar kebutuhan pokok lain, seperti harga telur yang kadang lebih mahal dari buku paket.***