Ketiga partai politik pengusung Anies berhasil mengubur mimpi, hasrat sekaligus ambisi rezim kekuasaan untuk terus memerintah republik.
Kebijakan partai politik tersebut bukan hanya menangkap aspirasi dan kehendak rakyat, lebih dari itu menjadi indikator betapa demokrasi masih bisa diselamatkan dan dilaksanakan, meskipun terlanjur telah rusak dan menjadi momok yang mengerikan akibat ulah rezim.
BACA JUGA: Anies Urung Hadiri Muktamar Al-Isryad di Purwokerto. Kenapa?
Ada pertarungan politik yang terpolarisasi dalam dua kekuatan. Satunya diwakili oleh rezim status quo yang ingin memperpanjang jabatan atau presiden 3 periode.
Sementara satu lainnya menginginkan pergantian kepemimpinan nasional dus perbaikan negara bangsa. Antara kekuatan petahana melawan koalisi perubahan, antara rezim kekuasaan dan oposisi.
Ada yang menarik dari partai politik dalam koalisi perubahan menyangkut keputusannya memilih Anies sebagai capres pada pilpres 2024. Dipelopori oleh Nasdem yang mengusung Anies, pembahasan dan berujung hal yang sama pada Demokrat dan PKS, bukanlah hal yang mudah dan sederhana.
Ada kalkulasi yang begitu dipertimbangkan oleh ketiga partai itu, salah satunya dampak yang dianggap merugikan. Keberanian Nasdem mencapreskan Anies harus dibayar dengan tindakan resisten pemerintah beserta partai politik pendukungnya.
Dibuly, ditinggalkan kader hingga terancam direshuffle kadernya dalam pemerintahan, menjadi konsekuensi logis yang diterima partai Nasdem. Pilihan sulit bagi Nasdem untuk terus merapat bersama rezim kekuasaan atau bersama rakyat bergandengan tangan.
Partai Nasdem mengambil langkah tepat, diikuti partai Demokrat dan PKS mengunci tiket capres Anies, untuk selanjutnya memasuki tahapan selanjutnya pilpres 2024.