wawainews.ID – Puasa merupakan salah satu dari Rukun Islam yang lima. Artinya, setiap orang yang beragama Islam mempunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah puasa. Salah satunya puasa di bulan Ramadhan.
Hal ini sebagaimana perintah langsung dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Meski demikian, dalam ayat selanjutnya, Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Entah karena sakit, sedang hamil dan menyusui, atau karena sudah lanjut usia sehingga tidak memungkinkan untuk berpuasa. Maka, orang yang berhalangan ini boleh tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain sesuai syariat.
“Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 184).
Ibu hamil dan menyusui termasuk dalam golongan orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan. Mereka diperbolehkan untuk meng-qada puasa di bulan lainnya, atau membayar fidyah.
Namun, beberapa ulama berpendapat tidak semua ibu hamil dan menyusui bisa mengganti puasa dengan membayar fidyah. Ada pula yang cukup meng-qada puasanya di hari lain. Ada juga yang harus mengganti puasa dan juga fidyah.
1. Pendapat Para Ulama
Para sahabat dan tabiin, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Said bin Jabir menjelaskan bahwa ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa cukup membayar fidyah tanpa harus melakukan qadha.
Imam Hanafi berpendapat bahwa wanita hamil yang tidak melakukan puasa ramadhan maka cukup mengqadha saja. Yakni mengganti puasanya di hari lain tanpa harus membayar fidyah.
Imam Syafi’iyah dan Hanbali berpendapat hampir sama. Bila wanita hamil tidak puasa Ramadhan karena ditakutkan mendatangkan mudharat bagi kesehatannya, maka ia cukup mengqadha. Akan tetapi jika mudharatnya cukup besar, yang mana bisa berefek buruk pada si janin, maka ibu yang tidak puasa diharuskan melakukan qadha sekaligus membayar fidyah.
Imam Nawawi juga mengatakan: “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).” (Al-Majmu’: 6-177)
Wahabah Zuhaili, DR. Yusuf Al-Qardhawi, dan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani berpendapat bahwa ibu hamil yang tidak melakukan puasa ramdhan maka harus melakukan qodho tanpa harus bayar fidyah. Menurut mereka, fidyah hanya boleh dilakukan oleh orang-orang lanjut usia yang kondisinya sangat lemah sehingga tidak memungkinkan berpuasa.
Di Indonesia sendiri, paling banyak yang menggunakan madzhab Imam Syafi’i. Maka, jika ibu hamil dan menyusui takut akan kesehatan dirinya dan janin, maka dibolehkan tidak berpuasa. Kemudian mengganti puasanya sekaligus membayar fidyah yakni memberi makan kepada fakir miskin.
“Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu ‘Umar RA ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (Al-Baihaqi dalam Sunan dari Imam Syafi’i, sanadnya shahih).
2. Bentuk dan Besaran Fidyah
Dilansir dari laman NU, kata fidyah berasal dari bahasa Arab ‘faada’ yang artinya tebusan atau menebus. Secara istilah, fidyah didefinisikan sebagai sejumlah benda atau makanan yang diberikan kepada fakir miskin dengan takaran tertentu untuk mengganti amal ibadah yang ditinggalkan, termasuk ibadah puasa.
Puasa misalnya, fidyah bisa berupa beras, nasi, gandum, atau sejenisnya. Besarnya fidyah yang dibayarkan bergantung pada jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Dimana dalam sehari terdapat 1 takar fidyah untuk 1 orang miskin.
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’i: Fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons=675 gram=0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa.
Ulama Hanafiyah: Fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud= sekitar 3 kg. Maka ½ sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah beras.
3. Tata Cara Bayar Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Ibu hamil yang kondisi kandungannya lemah, dimana bila ia berpuasa maka akan membahayakan janin maka ia harus mengqdha sekaligus membayar fidyah. Kemudian, bagi ibu menyusui yang kahwatir bila puasa ASI-nya menjadi sedikit dan bayinya kekurangan gizi maka boleh meninggalkan puasa. Dengan syarat nantinya harus meng-qada dan bayar fidyah.
Membayar apabila dikonversi ke rupiah bisa mengikuti dua cara: disesuaikan dengan bahan makanan pokok atau harga makanan jadi. Satu porsi makanan yang standar yang berlaku pada lingkungan terdekat. Misalnya, ibu hamil tidak puasa 30 hari, maka ia harus membayar 30 porsi makanan pokok atau siap saji untuk 30 fakir miskin.
Jika dirupiahkan, di Jakarta misalnya satu porsi sekitar 20 ribu rupiah untuk satu menu standar. Berarti satu hari tidak berpuasa dapat menggantinya dengan membayar fidyah 20 ribu.
4. Waktu Bayar Fidyah
Sedangkan untuk waktu pembayaran fidyah, yakni terhitung setelah puasanya bolong. Misal ia luput 5 hari, maka ia boleh membayar sejak bulan ramadhan, syawal hingga sya’ban. Namun, pembayaran fidyah lebih utama dilakukan dalam bulan puasa sampai sebelum shalat Id.
5. Bayar Fidyah Melalui Lembaga Zakat
Beberapa orang memang ada yang membayar fidyah dalam bentuk uang atau nominal. Hal ini sebenarnya masih menuai perbedaan pendapat diantara ulama.
Sahabat gomuslim, pembayaran fidyah juga bisa dilakukan lewat lembaga yang mengelola zakat. Prosedur pembayaran fidyah berupa uang. Caranya sebagai berikut:
a. Menghitung jumlah hari tak puasa
b. Diniatkan untuk membayar fidyah
c. Mendatangi pengelola zakat setempat
d. Menyampaikan maksud untuk membayar fidyah ke panitia zakat
e. Panitia zakat akan membaca doa sebagai tanda fidyah telah dibayarkan
Sumber: Zakat.or.id, Popmama, Dalam Islam, Panduan Ramadhan