Scroll untuk baca artikel
EkonomiTANGGAMUS

UMKM Dipalak Ala Sultan: Bapenda Tanggamus Tiba-tiba Mau Jadi Investor Kantin?

×

UMKM Dipalak Ala Sultan: Bapenda Tanggamus Tiba-tiba Mau Jadi Investor Kantin?

Sebarkan artikel ini
foto ilustasi

TANGGAMUS – Pemerintah Kabupaten Tanggamus tampaknya sedang menjalankan eksperimen ekonomi terbaru, bagaimana caranya memeras jeruk yang sudah kering. Dan target uji coba kali ini? UMKM serta kantin-kantin kecil yang setia mengisi perut pegawai negeri di lingkungan Pemkab.

Lewat kebijakan segar dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), para pedagang kecil diwajibkan membayar retribusi restoran dan rumah makan sebesar Rp600 ribu per bulan. Untuk jualan gorengan dan mie rebus di bawah kipas angin.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sejumlah pelaku UMKM pun bereaksi keras, sebagian dengan amarah, sebagian lagi dengan syok dan sisanya sedang menghitung berapa bulan lagi mereka bisa bertahan sebelum warung berubah jadi museum kenangan.

BACA JUGA :  KPPU Lantik Pejabat Eselon I di Lingkungan Sekretariat

“Kami ini usaha kecil, Pak. Pembeli kami ya pegawai kantor dan tamu. Sehari dapat Rp300 ribu aja udah alhamdulillah. Masa harus setor dua kali lipat ke Pemda? Ini retribusi atau riba bergaya birokrasi?” ujar salah satu pemilik kantin yang memilih anonim, takut warungnya digembok pakai Peraturan Daerah.

Lebih parah lagi, kebijakan ini tampaknya diluncurkan diam-diam, tanpa sosialisasi yang cukup. Sejumlah pedagang mengaku hanya diberi brosur dan selebaran seperti undangan nikahan, bedanya yang ini bukan kabar bahagia.

“Lahannya kami sewa, bangunan kami bangun sendiri, operasional kami tanggung, listrik bayar sendiri, air galon pun beli sendiri. Pemda nggak ngasih satu sendok pun. Tapi begitu ada peluang pungutan, kita yang pertama disikat. Hebat. Sungguh Pemda yang gesit.” sindir seorang pedagang yang mulai rajin browsing lowongan kerja di luar negeri.

BACA JUGA :  Menteri Desa Umumkan Tes Urine Nasional: Siap-Siap, Kepala Desa Tak Bisa Lagi 'Ngibul' Pakai Wewangian Mistik

Langkah Bapenda ini seperti menyalakan api unggun di tengah krisis ekonomi. Ketika daya beli turun dan penghasilan pelaku UMKM tak menentu, Pemda justru datang dengan semangat ‘optimalkan PAD’, meski yang jadi korban adalah pedagang dengan omzet pas-pasan.

“Ini bukan retribusi, ini tarif sewa napas. Enam ratus ribu untuk warung kecil itu setara satu bulan stok gas elpiji, mi instan, dan sabun cuci piring. Kalau ini dipaksakan, tunggu saja, warung bukan tutup, tapi tutup usia,” ujar seorang pedagang sambil menatap etalase gorengannya dengan tatapan iba.

Lucunya, di saat pemerintah pusat berteriak “UMKM adalah tulang punggung ekonomi!”, pemerintah daerah justru sibuk mematahkannya pelan-pelan.

BACA JUGA :  Data BPS, Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Lampung Turun

Warung nasi dan kantin dinilai setara dengan franchise waralaba cepat saji oleh Bapenda mungkin karena sama-sama jual makanan. Bedanya, yang satu ada AC dan sistem kasir digital, yang satu lagi jualan di dekat bak sampah sambil ngipas sate.

Sementara itu, Plt. Kepala Bapenda Tanggamus, Maradona (bukan yang jago dribel bola), belum memberi keterangan. Entah sedang menyusun narasi atau membuka kelas master soal cara mencetak PAD dengan memungut dari rakyat miskin.

Jika kebijakan ini terus dipertahankan, Pemda bisa sekaligus merancang tur “Wisata Warung Kosong” atau program “Satu Kantin Satu Pajak, Satu Isak Tangis.” Atau lebih modern lagi, beri sertifikat digital bertajuk “Korban Ekonomi Daerah Berbasis Target Pendapatan.”***