BEKASI — Sebanyak 404 lansia mengenakan toga, tersenyum lebar, dan resmi diwisuda, bukan dari kampus bergengsi, melainkan dari Sekolah Lansia, tempat belajar yang dibuka bukan untuk mengejar gelar, melainkan martabat dan semangat hidup, Jumat 18 Juli 2025.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, turut hadir dalam prosesi tersebut. Tidak dengan wajah birokratis kaku, melainkan dengan antusiasme yang terlihat tulus atau setidaknya sangat meyakinkan.
“Ini menunjukkan bahwa semangat belajar tidak mengenal usia,” ujar Tri, sambil memuji para wisudawan yang lebih pantas disebut pejuang harian ketimbang murid biasa.
Program Sekolah Lansia ini adalah bentuk konkret Pemkot Bekasi dalam upaya memberdayakan kelompok usia lanjut, yang selama ini sering dipinggirkan dalam kebijakan publik kecuali saat dibutuhkan untuk foto-foto seremonial.
Di sini, para lansia tidak hanya belajar soal kesehatan, gizi, dan psikologi, tetapi juga menemukan kembali makna hidup, setelah sekian lama hidupnya mungkin hanya diwarnai cucian piring, pengajian, dan kadang maraton sinetron.
“Sekolah lansia bukan sekadar tempat belajar, tapi simbol bahwa setiap manusia bisa tumbuh sampai titik pensiun pun lewat,” ujar Tri.
Dengan jumlah peserta mencapai 404 orang dari 5 sekolah lansia di Kota Bekasi, acara ini membuktikan bahwa usia senja tak harus jadi musim tenggelam. Justru di sinilah para lansia menyalakan lilin pengetahuan, walau dunia mungkin terus meniupnya.
Dan jangan salah, semangat mereka bukan kaleng-kaleng. Kalau anak muda sibuk bolak-balik ke coffee shop sambil nyicil skripsi lima tahun, para lansia ini hadir tepat waktu, menyimak materi, dan bahkan rela bergandeng tongkat demi hadir ke kelas. Konsistensi mereka lebih disiplin dari banyak pejabat yang sering “rapat di luar kota.”
Wali Kota berharap semangat para lansia ini juga menular ke generasi muda, yang sering kali baru “belajar sungguh-sungguh” saat malam sebelum ujian, atau saat kuota Wi-Fi habis.
“Belajar itu sepanjang hayat, dan para lansia hari ini membuktikan bahwa tidak ada alasan untuk berhenti berkembang,” ucap Tri dengan nada yang nyaris seperti orasi motivator minus musik latar dramatis.***