TANGGAMUS – Miris, Warga Pekon Atar Lebar, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Lampung bernama Supriono, mengaku jadi korban praktik manipulasi oleh oknum pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit Womosobo.
Hingga kini, sertifikat tanah perkebunan miliknya masih belum jelas jejaknya setelah diajukan sebagai jaminan sejak tahun 2022 lalu. Ironisnya, pinjaman yang diajukan tak pernah cair, dokumen penting tersebut raib tanpa jejak di kantor Bank BRI unit Wonosobo.
Kejadian tragis menimpa petani malang asal Pekon Atar Lebar ini bermula saat Supriono mengajukan pinjaman di BRI Unit Wonosobo pada tahun 2022 dengan menyerahkan sertifikat kebunnya kepada salah satu mantri bank atas nama Bagus.
Pada saat itu, seluruh persyaratan administratif, termasuk surat persetujuan dari pekon, namun permohonan kreditnya ditolak dengan alasan tidak jelas. Anehnya, Bagus sempat meminta tambahan jaminan berupa sertifikat rumah saat survei.
Namun, untungnya perminta Bagus tersebut tidak ditindaklanjuti secara resmi. Sekarang sudah tiga tahun berlalu, pinjaman tak cair, sertifikat tak kembali
“Saya kira pengajuan disetujui karena sertifikat tidak dikembalikan. Tapi anehnya, selama tiga tahun tidak ada kabar apapun dari pihak bank. Ini janggal,”tegas Supriono saat ditemui media, Senin (5/5/2025).
Upaya Meminta Sertifikat Kandas
Upaya Supriono untuk mengambil kembali sertifikatnya kandas. Ketika dirinya mendatangi kantor BRI Unit Wonosobo, ia mendapati bahwa Bagus sudah tidak lagi bekerja di sana.
Bagus diinformasikan berpindah tugas ke Unit Semaka. Parahnya, pegawai yang ditemui di unit tersebut menyatakan bahwa sertifikat milik Supriono tidak ada di arsip Unit BRI Wonosobo.
“Pihak BRI Unit Wonosobo bilang dokumen itu tidak ditemukan, padahal dulu saya serahkan langsung ke Bagus. Kalau gagal, kenapa sertifikat saya tidak dikembalikan waktu itu?” keluh Supriono, yang merasa telah dijebak oleh prosedur yang tidak transparan.
Pihak BRI Unit Wonosobo melalui salah satu pegawainya, Devi, membenarkan bahwa pengajuan Supriono tidak disetujui karena alasan keluarga tidak bersedia menandatangani. Namun, ia pun mengaku heran mengapa sertifikat tersebut tidak langsung dikembalikan.
“Setelah kami bongkar berangkas, sertifikat itu belum juga ditemukan. Kami juga sudah menghubungi pimpinan,” kata Devi.
Namun disayangkan Bagus yang kini dikabarkan berdinas di Unit Semaka, tidak merespon konfirmasi media ini via pesan WhatsApp, menambah tanda tanya besar atas dugaan penyimpangan prosedur yang menimpa Supriono.
Hilangnya sertifikat milik nasabah tanpa kejelasan selama tiga tahun menjadi tamparan keras terhadap sistem pengawasan internal BRI.
Bila benar terjadi kelalaian atau unsur penipuan, maka ini bukan hanya sekadar pelanggaran etika, tetapi bisa masuk ranah pidana.
Kini, Supriono mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum dan melapor ke pihak kepolisian serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar haknya dipulihkan. ***