WAWAINEWS.ID – Lereng sunyi, kaki Gunung Kerinci, di antara kabut tipis dan udara sejuk yang menyusup sampai ke tulang, terbentang hamparan hijau Kayu Aro yang nyaris tanpa ujung.
Inilah Kayu Aro, surga teh yang diam-diam menyimpan legenda. Di sinilah, secangkir teh bukan hanya pelepas dahaga melainkan warisan rasa, sejarah, dan kebanggaan bangsa.
Rabu pagi, 18 Juni 2025, langkah rombongan Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Provinsi Jambi menapaki kebun dan pabrik teh milik PTPN IV Unit Kayu Aro.
Usai menggelar rapat kerja di Kabupaten Kerinci, para pewarta ini memilih menyelami lebih dalam pesona lokal yang mendunia: Teh Kayu Aro.
Dan bukan tanpa alasan. Sejak zaman kolonial, Teh Kayu Aro sudah mencuri hati Eropa. Bahkan, Ratu Elizabeth II konon menjadi penggemarnya.
Teh ini tak cuma dikenal karena kualitas daun dan proses pengolahan yang ketat, tapi juga karena latar geografis yang menjadikannya istimewa iklim tinggi, tanah vulkanik subur, dan tangan-tangan penuh ketelatenan.
“Kami tidak hanya mencicipi, tapi juga menyaksikan bagaimana teh ini dirawat dengan disiplin dan cinta. Mulai dari pemetikan daun, fermentasi, hingga pengeringan—semuanya presisi,” ujar Erfan Indriyawan, SP, Ketua Umum AWaSI Jambi, dengan mata berbinar.
Saat menyusuri pabrik tua bergaya kolonial yang masih beroperasi sejak awal abad ke-20, aroma teh yang menguar perlahan membawa siapa pun kembali ke masa silam. Mesin-mesin klasik bergemuruh pelan, sementara pekerja memindahkan daun-daun teh seperti menari dalam ritme yang mereka pahami sejak generasi ke generasi.
Namun Kayu Aro bukan hanya tentang produksi. Ia adalah lanskap yang memanjakan mata, sekaligus potensi wisata yang menanti untuk dikemas lebih luas.
AWaSI Jambi melihat kawasan ini sebagai destinasi edukatif unggulan tempat generasi muda bisa belajar langsung tentang proses panjang secangkir teh yang selama ini mungkin hanya mereka temui di meja makan.
“Kayu Aro adalah ruang belajar terbuka. Teh di sini bukan komoditas biasa ia adalah cermin nilai, dedikasi, dan tradisi. Sangat layak jadi ikon wisata agro dan sejarah Provinsi Jambi,” lanjut Erfan.
Kunjungan ini bukan hanya memberi pengalaman baru. Ia menjadi titik tolak semangat untuk menyuarakan potensi lokal lewat pemberitaan yang kuat, mendalam, dan membangun.
AWaSI Jambi berkomitmen memperluas promosi Teh Kayu Aro hingga ke panggung nasional dan internasional melalui jaringan media yang dimiliki.
Sebelum meninggalkan lokasi, para peserta disuguhi aneka varian teh dalam kemasan modern.
Di antara hembusan kabut sore dan panorama kebun teh yang bergelombang seperti ombak hijau, mereka menyeruput secangkir warisan—hangat, khas, dan tak mudah dilupakan.
Karena Teh Kayu Aro, sejatinya, bukan hanya soal rasa. Ia adalah cerita tentang ketekunan, tentang tanah yang melahirkan keistimewaan, dan tentang Indonesia yang layak dibanggakan melalui cawan yang sederhana namun penuh makna.***