KOTA BEKASI — Dalam suasana yang teduh namun penuh canda, Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe, melakukan kunjungan silaturahmi ke KH Wahyudi di Wahdi Center, Jati Makmur, Pondokgede. Kunjungan ini bukan sekadar temu kangen antara umaro dan ulama, tapi juga ajang bertukar tawa, doa, dan cita-cita untuk Kota Bekasi yang “semakin keren” — bukan cuma slogannya, tapi juga hatinya.
Kedatangan orang nomor dua di Kota Patriot ini disambut hangat oleh tuan rumah, KH Wahyudi, bersama jajaran pengurus Wahdi Center. Suasana yang awalnya formal cepat mencair menjadi perbincangan penuh canda dan keakraban.
“Alhamdulillah, bisa hadir di hari yang penuh berkah serta cucuran rahmat dari Allah SWT,” ucap Harris membuka pembicaraan dengan senyum yang tak kalah teduh dari kipas langit-langit mushola.
“Kita bersilaturahmi, mempererat hubungan antara umaro dan ulama. Membangun sinergitas untuk bersama mewujudkan Kota Bekasi keren yang nyaman kotanya, sejahtera warganya, dan adem hatinya,” lanjutnya.
KH Wahyudi, dengan gaya khas ulama Betawi yang santai tapi menohok, menimpali, “Nah, kalau semua pejabat rajin silaturahmi begini, insyaAllah bukan cuma kota yang keren, tapi malaikat pun senyum lihatnya.” Sontak tawa pun pecah.
Dalam momen itu, Harris juga menyinggung soal pentingnya menjaga harmoni di tengah keberagaman Kota Bekasi. Ia menegaskan, kota ini bukan hanya dibangun dengan beton dan aspal, tapi juga dengan doa, toleransi, dan saling menghormati.
“Kota Bekasi ini ibarat taman. Ada bunga mawar, ada melati, ada kaktus juga. Tapi kalau dirawat dengan kasih, semuanya indah,” kata Harris, disambut anggukan penuh makna dari para jamaah.
“Kita ini kota yang heterogen, beragam suku, ras, agama tapi itulah indahnya Indonesia mini. Jadi mari kita rajut terus silaturahmi, bukan cuma antar umat Islam, tapi juga dengan saudara kita yang berbeda keyakinan.”
Harris juga berpesan bahwa menjaga lingkungan agar tetap aman dan nyaman adalah bentuk ibadah sosial yang tak kalah mulia.
“Agar lingkungan kita adem, jangan gampang panas. Kalau tetangga lagi ribut, jangan disiram bensin, tapi disiram kopi dan diajak ngobrol,” ujarnya dengan nada setengah serius, setengah bercanda. Jamaah pun tertawa lagi mungkin karena sadar, itu sindiran lembut yang kena di hati.
Silaturahmi kemudian diakhiri dengan doa bersama dan ziarah singkat. Harris tampak khusyuk, sesekali tersenyum kecil — mungkin sedang merenung, mungkin juga sedang mengingat pesan ulama yang baru saja ia dengar: ‘Pejabat itu harus punya dua kaki satu di kantor, satu lagi di hati umat.’
Dan di sore yang damai itu, di antara harumnya kopi dan lantunan doa, silaturahmi itu tak sekadar pertemuan tapi semacam pengingat, bahwa di tengah kesibukan dan perbedaan, tawa dan salam bisa lebih menyejukkan daripada seribu baliho kampanye.***