Scroll untuk baca artikel
Zona Bekasi

Wildan Desak Audit Terbuka Skandal “Raker Rasa Rekreasi” Kepala Sekolah Bekasi

×

Wildan Desak Audit Terbuka Skandal “Raker Rasa Rekreasi” Kepala Sekolah Bekasi

Sebarkan artikel ini
Wildan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi

KOTA BEKASI — Polemik kegiatan rapat kerja (raker) kepala sekolah yang digelar di luar daerah kian menghangat. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman, mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) melakukan audit terbuka dan klarifikasi publik atas dugaan penyimpangan kegiatan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) yang buat heboh karena diwarnai plesiran ke luar daerah di tengah jam kerja.

Menurut politisi muda dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, langkah tegas diperlukan bukan semata untuk menepis isu liar, tetapi untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan di Kota Bekasi.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Yang kita jaga bukan hanya nama baik dinas atau sekolah, tapi marwah dunia pendidikan Kota Bekasi. Jangan biarkan kepercayaan masyarakat luntur hanya karena lemahnya koordinasi dan minimnya tanggung jawab,”tegas Wildan, Sabtu (1/11/2025).

Wildan menilai bahwa persoalan keberangkatan sejumlah kepala sekolah negeri ke luar daerah dengan dalih rapat kerja bukan sekadar soal perizinan administratif, tetapi soal moral dan tanggung jawab etika.

Dunia pendidikan, kata dia, seharusnya menjadi contoh tertinggi dalam hal kejujuran dan transparansi, bukan justru menimbulkan kecurigaan publik.

BACA JUGA :  FAGI Sebut Tarikan Uang Gedung di SMAN 12 Kota Bekasi Pungli, KCD Jangan Bungkam

“Kegiatan yang mengatasnamakan lembaga pendidikan harus memiliki dasar administrasi yang jelas, laporan pertanggungjawaban yang transparan, dan manfaat nyata bagi peningkatan mutu belajar. Kalau memang raker, ya buktikan hasilnya, bukan sekadar perjalanan seremonial,” ujarnya.

Politisi yang juga dikenal aktif dalam isu pendidikan ini menegaskan bahwa DPRD akan mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan serupa di masa mendatang, agar tidak lagi menimbulkan kesan pembiaran atau praktik yang tidak profesional.

Isu Setoran dan Dugaan Praktik Tak Transparan

Sorotan publik terhadap K3S makin tajam setelah beredar rumor adanya setoran amplop senilai Rp15 juta dari setiap kelompok K3S kepada pihak Dinas Pendidikan untuk memuluskan pelaksanaan raker di luar kota.

Informasi itu mencuat bersamaan dengan maraknya kegiatan raker kepala sekolah ke luar daerah seperti Yogyakarta dan Malang pada akhir Oktober 2025.

Wildan menegaskan bahwa isu tersebut tidak boleh dianggap remeh, meski belum ada bukti konkret di ranah hukum. Dinas Pendidikan, katanya, harus berani membuka data dan laporan kegiatan secara publik agar tidak ada ruang bagi kecurigaan.

“Kalau tidak benar, buktikan dengan dokumen dan transparansi. Tapi kalau ada indikasi penyimpangan, harus diusut sampai tuntas. Dunia pendidikan tidak boleh menjadi ladang kompromi,” tegasnya.

BACA JUGA :  Pemkot Bekasi Raih WTP, Ketua Dewan: Harus Jadi Motivasi Perbaikan Tata Kelola Keuangan

Disdik Bekasi Membantah: “Fitnah, Tidak Benar”

Di sisi lain, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Warsim, membantah keras tudingan tersebut. Ia menyebut tidak ada pungutan atau setoran apa pun dari K3S kepada dinas, dan kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri oleh para kepala sekolah.

“Tidak benar itu. Tidak ada setoran, tidak ada pungutan. Fitnah. Kegiatan mereka murni inisiatif pribadi, bahkan sebagian untuk acara pelepasan kepala sekolah yang pensiun,” ujar Warsim kepada Wawai News, Jumat (31/10/2025).

Namun, Warsim mengakui bahwa tidak ada laporan resmi dari K3S ke Dinas Pendidikan terkait kegiatan tersebut. Untuk Pondokmelati memang ada tiga kepala sekolah yang pensiun, dan mereka patungan. Ya, manusiawi lah,” tambahnya.

Pernyataan itu justru menuai kritik dari sejumlah pihak yang menilai sikap “memaklumi” sebagai bentuk lemahnya pengawasan internal Disdik terhadap bawahannya.

Menanggapi hal itu, Wildan menegaskan bahwa pendekatan “manusiawi” tidak bisa dijadikan alasan pembenaran bagi pelanggaran disiplin dan etika profesi.
Menurutnya, justru dari dunia pendidikanlah nilai-nilai integritas dan tanggung jawab publik seharusnya dimulai.

BACA JUGA :  Mas Tri Resmikan Taman Larasati, Wujud Komitmen Bekasi Perluas Ruang Hijau

“Kalau kepala sekolah saja menganggap wajar meninggalkan tugas di jam kerja demi kegiatan seremonial di luar daerah, bagaimana kita bisa berharap murid-murid tumbuh dengan nilai kejujuran?” katanya, meminta untuk tidak bungkus wisata dengan label rapat kerja.”

Ia pun meminta agar Wali Kota Bekasi dan Dinas Pendidikan segera menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat terhadap setiap kegiatan K3S.

Termasuk kewajiban pelaporan anggaran, izin kegiatan, dan publikasi hasil raker secara transparan.

“Kalau ada kepala sekolah yang memang beritikad baik untuk meningkatkan mutu pendidikan, tentu mereka tidak akan keberatan dengan sistem transparansi ini,” ujarnya menambahkan.

Refleksi di Tengah Krisis Keteladanan

Fenomena “raker rasa rekreasi” ini menjadi potret kecil dari krisis keteladanan di lingkungan pendidikan. Mereka yang seharusnya menjadi panutan justru tergoda oleh praktik yang tidak memberi manfaat langsung bagi murid dan sekolah.

“Dunia pendidikan bukan tempat untuk mencari kenyamanan pribadi, tapi ruang untuk menanam nilai kejujuran. Kalau moral sudah dikesampingkan, apa yang tersisa dari kata ‘guru’ selain gelarnya saja?”ucap Wildan menutup pernyataannya dengan ajakan moral yang lugas namun bernas.***