BANDUNG — Sebanyak 266 orang memutuskan cabut baiat dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII) dan kembali memeluk NKRI. Prosesi “balik ke pangkuan ibu pertiwi” ini ditandai dengan aksi simbolis mencium bendera Merah Putih gesture yang secara tidak langsung menegaskan bahwa kadang ideologi sesat bisa kalah oleh kekuatan kain merah-putih yang wangi appret khas upacara.
Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan menjelaskan bahwa Jabar adalah provinsi dengan dinamika sosial tinggi: mobilitas penduduk padat, ruang digital yang liar seperti jalanan TikTok, dan kegiatan keagamaan yang bisa mengalahkan agenda konser.
Kondisi ini menjadikan Jabar strategis, tetapi juga rentan disusupi ideologi ekstrem sedikit lengah, langsung kena “modus rekrutmen tersesat”.
Untuk itu, Pemprov Jabar menggerakkan Kesbangpol, Dinas Sosial, dan Dinas Pendidikan agar melakukan penyuluhan dari level siswa hingga mahasiswa. Targetnya sederhana, mencegah generasi muda masuk organisasi terlarang, apalagi yang suka pakai embel-embel negara sendiri padahal tidak punya kantor kelurahan.
“Radikalisme tidak boleh mendapat ruang. NKRI harga mati, Pancasila fondasi kita semua,” tegas Erwan dalam prosesi cabut baiat dari 7 Faksi POK NII Wilayah Jawa Barat di Aula Ki Hajar Dewantara, Kamis (11/12/2025). Ia menyebut momen ini sebagai bentuk pemulihan, pemurnian niat, dan comeback spiritual menuju Islam yang damai dan tidak berisik.
Erwan menekankan bahwa para mantan anggota NII tidak akan dibiarkan “nyasar sendirian”. Negara akan merangkul, membimbing, dan memastikan mereka bisa kembali berkontribusi sebagai warga negara yang taat aturan, bukan taat komando faksi tetangga.
Pemdaprov juga memberi apresiasi khusus kepada Polri dan Densus 88, yang tidak hanya berjibaku dalam operasi penegakan hukum, tetapi juga menjalankan program deradikalisasi yang “humanis, tidak galak, dan produktif”seperti versi serius dari pelatihan motivasi.
“Kami akan terus menjaga Jawa Barat sebagai provinsi yang aman, toleran, dan kuat dalam kebhinekaan,” ujar Erwan.
Sementara itu, Wakil Kepala Densus 88 AT Polri Brigjen Pol. I Made Astawa menegaskan bahwa pihaknya tetap melakukan deteksi dan pemantauan kepada masyarakat yang belum berlabuh ke NKRI. Namun pendekatannya kini lebih persuasif daripada intimidatif.
“Kita ajak mereka kembali ke NKRI. Membangun Jawa Barat supaya hidup lebih baik,” katanya.
Untuk menghindari peluang mereka kembali ke NII, Densus 88 menyiapkan pelatihan kerja mulai dari pertanian, perkebunan, hingga pekerjaan lain. Pendekatan ini menjawab kebutuhan dasar: kalau sudah punya kerjaan, biasanya tidak sempat ikut-ikut organisasi yang rapatnya sembunyi-sembunyi.
Menariknya, Made mengaku proses mengajak mereka kembali cukup mulus. “Mereka sadar sendiri,” ujarnya. Faktor lain yang membantu adalah kerja sama dengan Yayasan Prabu, yang bertugas melakukan pendekatan dan koordinasi “ala tetangga baik hati tapi tegas”.
Ketua Yayasan Prabu Asep Margono menambahkan bahwa pihaknya akan terus merangkul masyarakat yang masih ragu merapat ke NKRI. Ia bahkan meminta para mantan anggota NII yang sudah kembali untuk menjadi “influencer kebaikan” bagi rekan-rekan mereka yang masih bimbang.
Dengan program kolaboratif ini, Jawa Barat berupaya memastikan satu hal: lebih baik kembali ke NKRI daripada kembali ke grup organisasi yang bahkan tidak terdaftar di RT/RW mana pun.
Jika ingin diperkuat lagi unsur satir atau dibuat versi yang lebih pedas, saya bisa siapkan versi “headline tabok halus” tinggal bilang saja.











